By : Pink_MPG
Hai… Kenalin nama gueToni, gue punya 2 temen namanya Boy dan
Jordan. Kami bertiga tidak suka disebut sebagai sahabat, tapi nyatanya kami
selalu bersama. Bahkan tidurpun seperti digilir dirumah siapa saja. Orang tua
kami tidak keberatan dengan hal itu, karena memang mereka sudah mengerti kalau
kami bertiga berteman sejak kecil. Mereka tau semua tentang kami bertiga. Mulai
dari kebiasaan ngupil si Boy, ngigau disiang bolongnya Jordan, sampai jam karet
kegiatan gue. Hahahaha…itu semua sudah kebiasaan mulai kecil, jadi susah
diilangin. Tapi satu hal yang gak mereka ketahui tentang kami, karena kami
sudah sepakat untuk menyembunyikannya dari mereka. Dan hal itu adalah……. Kami
selalu……. Terlibat dalam PERKELAHIAN.
Dijamin yang sekarang ini mungkin berkelahi menjadi hal yang
sudah lumrah bagi pemuda-pemuda emosional. Sebenarnya kami tidak ingin terlibat
hal itu. Tapi karena konflik antara dua kampong yang tidak pernah terselesaikan
dari zaman nenek moyang sampai anak cucunya itulah yang membuat kami terlibat
hal tersebut.
Hal itu sudah menjadi kebiasaan kami, hingga orang kampung
sekitar menjuluki kami dengan sebutan “Singa Kampung” karena
keganasan kami dalam berkelahi. Namun keadaan itu berubah sejak kematian Boy
karena perkelahian yang licik dari pemuda kampung sebelah. Dan sejak itulah gue
dan Jordan memutuskan untuk tidak berkelahi lagi, tapi julukan itu masih ada
sampai saat ini. Orang-orang masih tetap menyegani gue dan Jordan meski Boy
sudah tidak bersama kami lagi.
10 tahun yang lalu, saat kami bertiga masih duduk dibangku
SMA kelas XI. Kami pulang sekolah sambil bercerita tentang cewek-cewek junior
disekolah, seorang pemuda kampung kami menghampiri dengan nafas terengah-engah.
Dengan kata-kata yang terpotong-potong, pemuda itu memberi informasi kepada
kami.
“Disana…
dilapangan voli… Jack berulah lagi.” Meskipun dengan terbata-bata akhirnya
pemuda itu menyelesaikan kalimatnya. “Sialan. Dia memulai gara-gara lagi dengan
kampung kita.” Ucapku dengan nada kesal.
Segera kami berlari mengikuti
langkah pemuda tadi dengan tergesa-gesa. Oh iya, Jack adalah bos-bosan kampung
sebelah. Dia yang mengomando anak buahnya untuk menyerang kampung kami.
Sesampainya dilapangan voli,
pemandangan yang benar-benar tidak kami inginkan tepat terjadi didepan mata
kita. Si Jack dengan rambut ikal dan anak buahnya telah menghajar anak kampung
kami. Jelas kalah kampung kami karena kalah jumlah. Jack dan anak buahnya lebih
banyak dan datang secara tiba-tiba. Ketika anak buah Jack melihat kedatangan
kami, “Bos, mereka datang.” Teriaknya pada Jack.
Jack langsung menoleh dan tersenyum
kecut kearah kami. “Akhirnya kalian datang juga, kedatangan singa pemberani
yang hendak menyelematkan marmot-marmut kecil kampungnya.” ucapnya dengan
kepala sedikit mendongak dan berjalan santai menghampiri kami. “Tapi sayangnya,
kedatangan sang singa pemberani terlambat. Lihatlah marmut-marmut kecilmu telah
dihabisi serigala-serigala buas kampung sebelah.” Lanjutnya “LIHAT itu… LIIHAT
marmutmu… singa BODOH.” Bentaknya.
Tak terasa tanganku telah
menggenggam erat mendengar perkataan Jack. “Sialan.” Teriakku sambil
meluncurkan kepalan tanganku ke wajahnya. Diikuti Boy dan Jordan yang mulai
menyerbu anak buahnya. Singkat cerita, kami bertigalah yang menang. Meski wajah
kami telah babak belur bonyok warna biru dan ungu menghiasinya.
Sesampainya dirumah masing-masing,
kami dimarahi habis-habisan oleh orang tua kami. Iya, mereka sudah tahu kalau
kami berkelahi. Karena tidak sengaja tetangga Boy melihat kami berkelahi lalu
melaporkan kepada ibu Boy. Entah bagaimana caranya orang tua gue dan Jordan tau.
Gue gak peduli. Yang gue pikirin sekarang adalah gue dihukum sama nyokap gak
boleh keluar rumah selama 1 minggu. Dan parahnya lagi bokap pun juga menampar
wajah gue yang sudah bonyok. Mungkin dia ingin memberi pelajaran bagi gue. Sama
halnya dengan Boy dan Jordan, mereka berdua juga di hokum tidak boleh keluar
rumah selama 1 minggu. Tapi Boy masih punya hiburan, meskipun dia disuruh
bantuin nyokap bokapnya ditoko. Setidaknya kan dia masih enggak bosen didalam
rumah. Entah bagaimana Jordan dirumahnya menjalani masa hukumannya.
Satu Minggu kemudian, hukuman kami
telah usai. Sejak kejadian itu kami memutuskan untuk tidak berkelahi lagi dan
meninggalkan kebiasaan buruk itu. Tapi di suatu malam, ketika Boy disuruh
nyokapnya nganterin kue kerumah gue dan Jordan. Sesuatu yang janggal menyergap
perasaannya. Memang rumah Boy paling ujung dikampung kami dan paling dekat
dengan kampung sebelah. Sesekali dia menoleh kebelakang untuk memastikan, tapi
ketika dia sedikit mempercepat langkahnya. Seseorang menusuknya dari belakang.
“Kau… datang… lagi…” ucap Boy dengan suara lirih yang akhirnya memejamkan mata
untuk selama-lamanya.
Begitu terpukul hati kami semua atas
kematian Boy. Bagi kami Boy adalah sosok yang menghibur dengan kebiasaan
ngupilnya. Sejak insiden malam itu, tepat umur gue dan Jordan 23 tahun. Hal
itulah yang membuat kami kembali terlibat dalam perkelahian lagi. Dua pilihan
kami, masuk dengan pola lama atau mulai dengan cara main
yang baru.
Tentang
siapa yang menusuk Boy malam itu, hanya gue dan Jordan yang tau. Dan kita
berjanji akan membalasnya. Nyawa harus dibalas dengan nyawa. Kita akan
membunuhnya juga, tapi tidak dengan mengotori tangan kita sendiri. Entah
bagaimana caranya, itulah cara baru kita untuk membalaskan nyawa Boy..
“Kita akan
menebuskan nyawa lo KAWAN.” ucap Jordan didepan makam Boy. Gue hanya tersenyum,
karena memang itu janji kita.
.’.TAMAT.’.
0 komentar:
Post a Comment