IBX5B1983B5DCA99

Opsional

Sunday, November 27, 2016

AKSI & JANJI


                   By : Pink_MPG

Hai… Kenalin nama gueToni, gue punya 2 temen namanya Boy dan Jordan. Kami bertiga tidak suka disebut sebagai sahabat, tapi nyatanya kami selalu bersama. Bahkan tidurpun seperti digilir dirumah siapa saja. Orang tua kami tidak keberatan dengan hal itu, karena memang mereka sudah mengerti kalau kami bertiga berteman sejak kecil. Mereka tau semua tentang kami bertiga. Mulai dari kebiasaan ngupil si Boy, ngigau disiang bolongnya Jordan, sampai jam karet kegiatan gue. Hahahaha…itu semua sudah kebiasaan mulai kecil, jadi susah diilangin. Tapi satu hal yang gak mereka ketahui tentang kami, karena kami sudah sepakat untuk menyembunyikannya dari mereka. Dan hal itu adalah……. Kami selalu……. Terlibat dalam PERKELAHIAN.

Dijamin yang sekarang ini mungkin berkelahi menjadi hal yang sudah lumrah bagi pemuda-pemuda emosional. Sebenarnya kami tidak ingin terlibat hal itu. Tapi karena konflik antara dua kampong yang tidak pernah terselesaikan dari zaman nenek moyang sampai anak cucunya itulah yang membuat kami terlibat hal tersebut.

Hal itu sudah menjadi kebiasaan kami, hingga orang kampung sekitar menjuluki kami dengan sebutan “Singa Kampung” karena keganasan kami dalam berkelahi. Namun keadaan itu berubah sejak kematian Boy karena perkelahian yang licik dari pemuda kampung sebelah. Dan sejak itulah gue dan Jordan memutuskan untuk tidak berkelahi lagi, tapi julukan itu masih ada sampai saat ini. Orang-orang masih tetap menyegani gue dan Jordan meski Boy sudah tidak bersama kami lagi.

10 tahun yang lalu, saat kami bertiga masih duduk dibangku SMA kelas XI. Kami pulang sekolah sambil bercerita tentang cewek-cewek junior disekolah, seorang pemuda kampung kami menghampiri dengan nafas terengah-engah. Dengan kata-kata yang terpotong-potong, pemuda itu memberi informasi kepada kami.
“Disana… dilapangan voli… Jack berulah lagi.” Meskipun dengan terbata-bata akhirnya pemuda itu menyelesaikan kalimatnya. “Sialan. Dia memulai gara-gara lagi dengan kampung kita.” Ucapku dengan nada kesal.

            Segera kami berlari mengikuti langkah pemuda tadi dengan tergesa-gesa. Oh iya, Jack adalah bos-bosan kampung sebelah. Dia yang mengomando anak buahnya untuk menyerang kampung kami.
            Sesampainya dilapangan voli, pemandangan yang benar-benar tidak kami inginkan tepat terjadi didepan mata kita. Si Jack dengan rambut ikal dan anak buahnya telah menghajar anak kampung kami. Jelas kalah kampung kami karena kalah jumlah. Jack dan anak buahnya lebih banyak dan datang secara tiba-tiba. Ketika anak buah Jack melihat kedatangan kami, “Bos, mereka datang.” Teriaknya pada Jack.

            Jack langsung menoleh dan tersenyum kecut kearah kami. “Akhirnya kalian datang juga, kedatangan singa pemberani yang hendak menyelematkan marmot-marmut kecil kampungnya.” ucapnya dengan kepala sedikit mendongak dan berjalan santai menghampiri kami. “Tapi sayangnya, kedatangan sang singa pemberani terlambat. Lihatlah marmut-marmut kecilmu telah dihabisi serigala-serigala buas kampung sebelah.” Lanjutnya “LIHAT itu… LIIHAT marmutmu… singa BODOH.”     Bentaknya.

            Tak terasa tanganku telah menggenggam erat mendengar perkataan Jack. “Sialan.” Teriakku sambil meluncurkan kepalan tanganku ke wajahnya. Diikuti Boy dan Jordan yang mulai menyerbu anak buahnya. Singkat cerita, kami bertigalah yang menang. Meski wajah kami telah babak belur bonyok warna biru dan ungu menghiasinya.
            Sesampainya dirumah masing-masing, kami dimarahi habis-habisan oleh orang tua kami. Iya, mereka sudah tahu kalau kami berkelahi. Karena tidak sengaja tetangga Boy melihat kami berkelahi lalu melaporkan kepada ibu Boy. Entah bagaimana caranya orang tua gue dan Jordan tau. Gue gak peduli. Yang gue pikirin sekarang adalah gue dihukum sama nyokap gak boleh keluar rumah selama 1 minggu. Dan parahnya lagi bokap pun juga menampar wajah gue yang sudah bonyok. Mungkin dia ingin memberi pelajaran bagi gue. Sama halnya dengan Boy dan Jordan, mereka berdua juga di hokum tidak boleh keluar rumah selama 1 minggu. Tapi Boy masih punya hiburan, meskipun dia disuruh bantuin nyokap bokapnya ditoko. Setidaknya kan dia masih enggak bosen didalam rumah. Entah bagaimana Jordan dirumahnya menjalani masa hukumannya.

            Satu Minggu kemudian, hukuman kami telah usai. Sejak kejadian itu kami memutuskan untuk tidak berkelahi lagi dan meninggalkan kebiasaan buruk itu. Tapi di suatu malam, ketika Boy disuruh nyokapnya nganterin kue kerumah gue dan Jordan. Sesuatu yang janggal menyergap perasaannya. Memang rumah Boy paling ujung dikampung kami dan paling dekat dengan kampung sebelah. Sesekali dia menoleh kebelakang untuk memastikan, tapi ketika dia sedikit mempercepat langkahnya. Seseorang menusuknya dari belakang. “Kau… datang… lagi…” ucap Boy dengan suara lirih yang akhirnya memejamkan mata untuk selama-lamanya.

            Begitu terpukul hati kami semua atas kematian Boy. Bagi kami Boy adalah sosok yang menghibur dengan kebiasaan ngupilnya. Sejak insiden malam itu, tepat umur gue dan Jordan 23 tahun. Hal itulah yang membuat kami kembali terlibat dalam perkelahian lagi. Dua pilihan kami, masuk dengan pola lama atau mulai dengan cara main yang baru.

            Tentang siapa yang menusuk Boy malam itu, hanya gue dan Jordan yang tau. Dan kita berjanji akan membalasnya. Nyawa harus dibalas dengan nyawa. Kita akan membunuhnya juga, tapi tidak dengan mengotori tangan kita sendiri. Entah bagaimana caranya, itulah cara baru kita untuk membalaskan nyawa Boy..
“Kita akan menebuskan nyawa lo KAWAN.” ucap Jordan didepan makam Boy. Gue hanya tersenyum, karena memang itu janji kita.

.’.TAMAT.’.



0 komentar:

Post a Comment