(oleh : KH. Musthofa Bisri - Rembang
Jawa Tengah)
Kamis, 17 november 2016
Suatu saat KH. Ahmad Umar Abdul Manan
(1916-1980), Pengasuh Pesantren Al-Muayyad Mangkuyudan Solo - Jawa Tengah
memanggil lurah pondok, dan berkata : “Aku minta dicatatkan nama-nama santri
yang nakal ya... Sekalian dirangking, yang paling atas sendiri ditulis nama
santri yang ternakal, kemudian nakal sekali, nakal dan terakhir agak nakal...”
Lurah pondoknya girang bukan main,
karena sudah beragam cara diupayakan untuk mengingatkan santri-santri nakal itu
tapi hasilnya nihil. Sepertinya mereka sudah beku hatinya. Dengan penuh
semangat, dijalankanlah perintah Kyai Umar tersebut. Nama-nama santri itu
ditulis besar-besar dengan spidol. Ternakal fulan bin fulan asal dari daerah A.
Nakal sekali fulan bin fulan dari daerah B sampai santri yang agak nakal paling
bawah sendiri. Setelah catatan itu selesai dibuat, kemudian diserahkanlah
kepada Kyai Umar.
Lurah pondok itupun menunggu hasil
dari Kyai Umar hingga seminggu, dua minggu, akan tetapi kok tidak ada tindakan
sama sekali. Dan gumamnya dalam hati : “Kok santri-santri yang nakal itu masih
tetap nakal ya, dan tidak diberikan tindakan apa-apa, tidak dihukum, diusir
atau minimal dipanggilah sama Kyai...???”
Akhirnya lurah pondok itupun
memberanikan diri matur menghadap kepada Kyai Umar : “Maaf Kyai, santri-santri
yang kemarin itu kok belum ada yang dihukum, diusir atau paling tidak
dipanggil...???”
“Lho, santri yang mana...?” Jawab Kyai
Umar.
“Santri yang nakal-nakal itu, kemarin
panjenengan kan minta daftarnya...???” Kata lurah Pondok tersebut.
“Lho, siapa yang mau mengusir...?
Justru karena mereka nakal itulah maka dipondokkan, biar tidak nakal. Kalau
disini nakal, terus diusir yang ditakutkan kalau nanti tetap nakal terus
gimana... Nah, maka dari itu dimasukkan ke pesantren itu biar tidak nakal...”
Sambung Kyai Umar menerangkan.
“Oh... Tapi kok Kyai memerintahkan
untuk mencatat santri-santri tersebut...???” kata lurah Pondok itu dengan
heran...
“Begini, kamu kan tahu tiap malam
setelah sholat tahajud aku selalu mendoakan santri-santri. Nah, catatan itu
saya bawa, kalau saya sudah waktunya berdoa, mereka itu saya khususkan untuk
disebut satu persatu... Jadi, tanya dululah kalau belum paham...”
Ada Kyai muda mengundang saya untuk
mengisi ceramah di acara khataman Quran di pesantrennya. Dan ada puluhan ribu
orang yang hadir. Dalam kesempatan itu saya ceritakan kisah di atas. Dan saya
memang suka menceritakan kisah ini, karena apa yang dilakukan Kyai Umar sesuai
dengan yang dipesankan oleh ayah saya, bahwa mengajar harus Ikhlas lahir dan
batin... (Ikhlas lahir adalah dalam bentuk mengajar dan mendidiknya secara
lisan beserta sikap DAN ikhlas batin dalam bentuk mendoakannya, lebih-lebih di
waktu malam hari).
Dan saat saya sampaikan cerita ini
seringkali diselingi dengan humor, dan para hadirinpun tertawa semua... Hanya
satu orang yang tidak tertawa. Kyai muda yang mengundang saya itu terlihat
menunduk diam... Pikir saya, “Apa Kyai ini tidak paham dengan apa yang saya
sampaikan ya... Atau bagaimana...??? Kok tidak ada ekspresi apapun saat
mendengar cerita saya...” Lantas pada saat turun dari podium, saya dirangkul
oleh Kyai muda itu... Dan diapun
membisikkan sesuatu : “Masya Alloh... Alhamdulillah Gus... Panjenengan
tidak menyebut nama... Sayalah daftar santri ternakalnya Kyai Umar...”
Kaget, heran dan kagum saya, dengan
statusnya dulu sebagai santri ternakal, dia sekarang jadi Kyai dengan ribuan
santri...
* Luar biasa... Kyai-kyai jaman dulu
mendidik tidak hanya sekedar mengajar secara lisan dan sikap saja. Namun juga
dibarengi dengan laku tirakat dan do'a. Bahkan, saat santrinya sudah pulang ke
rumahpun masih diperhatikan dan didoakan. Dikunjungi, dipantau dan ditanyakan perkembangannya...
Itulah rahasia keberkahan ilmu para
Kyai alumnus pesantren...
SEBUAH DO'A GURU YANG SANGAT TULUS...
0 komentar:
Post a Comment