pertanyaan: bagaimana menyikapi jika ada pelaku
muslim menistakan agama non islam?
Ya sama saja dengan Non Muslim yang
menistakan Agama Islam JIKA terbukti bersalah MAKA berlaku hukum positip
negara. Makanya yang dikhawatirkan keadaan sekarang malah jadi bumerang bagi
agama masing-masing. Sebab, terlepas dari keadaan sekarang banyak juga
penistaan yang dilakukan Muslim terhadap agama Non Muslim ATAU sebaliknya Non
Muslim terhadap agama Islam tapi tidak terekspos dan tidak tertangani dengan
cepat... Karena Muslim menang mayoritas. Yang jelas harus adil dan merata serta
transparan.
kondisinya gini, menistakan atau
tidak masih perang opini, yg menistakan bilang tidak merasa / berniat tapi yg
punya agama merasa ternista, tapi umat tersebut tidak ingin melaporkan ke hukum
karena cukup 'memaafkan' sesuai ajaran mereka. apakah hal tersebut bisa disebut
ketidak adilan juga?
Sebenarnya mengkaji sesuatu hal
khususnya masalah agama itu sudah ada dasarnya masing-masing, Kita tinggal
melaksnakannya saja, NAMUN yang jadi masalah adalah setiap orang yang menganut
agama masing-masing itu tidak semuanya
BELAJAR hingga TUNTAS.
Satu contoh kita yang Muslim,
sudahkah kita belajar Al-Quran dengan tuntas baik dari segi , Ulumul Qur-an, Tafsirul Qur-an dst. ??? Terus
kalau memang sudah, siapakah gurunya, Mempunyai sanad yang jelas Mutawatir dan
Muttashil kepada Rosululloh SAW atau tidak, ilmunya benar2 bereferensi dan
ilmiyah atau tidak ???
NAH, ini lho sebenarnya akar dari
masalah tersebut... SEHINGGA orang2 yang tidak berkompeten dalam bidangnya
meskipun sudah dipanggil Gus, Ustadz, Kyai JIKA menangani sesuatu sangat rentan
berbeda pendapat... Iya kalau berbedanya itu bereferensi dan bersanad jelas,
lha kalau hanya ikut-ikutan kan malah menambah masalah...
Makanya Rosululloh SAW. pernah
memperingatkan kita bahwa JIKA kita tidak ingin mempunyai masalah dikemudian
hari atau JIKA mempunyai masalah cepat mendapatkan solusi dan segera selesai
BERIKAN PADA AHLINYA...!!! Dan yang
dimaksud AHLI disini tidak bertendensi hanya atas nama Panggilan... Sebab
panggilan GUS, USTADZ, KYAI bahkan ULAMA' pun tidak menjamin seseorang itu
benar2 Kompeten...
Kita sering terkecoh dengan semua
itu, misalkan :
GUS , Nama panggilan dari seorang putra Kyai, belum tentu Gus itu
mampu atau mempunyai kemampuan untuk menguasai semua ilmu yang ada di Pondok
Pesantren (Lembaga Islam) Pasti ada kemampua umum dan kemampua khusus.
USTADZ, Nama panggilan dari seorang guru agama islam,
belum tentu dia menguasai segala urusan yang berkaitan dengan agama islam
(Seperti di kampus itu ada fakultasnya dan jurusannya sendiri2)
KYAI, Nama panggilan dari seorang guru agama islam
sekaligus pemangku Pondok Pesantren atau Majelis Ta'lim, lembaga Pendidikan
Islam dll. (Inipun juga ada keahliannya masing2, ada yang Ahli Quran Wal
Qiroat, Ahli Tafsir, Ahli Fiqih, Ahli Tasawuf, Ahli Bahasa, Ahli Nahwu Shorof
dll.)
ULAMA', Nama panggilan bagi sekumpulan orang 'Alim
yang mengikuti standar pada Tatanan Keilmuan dalam Islam. Jadi Ulama' itu jamak
dari kata 'Alim. (Ini juga sangat jelas perbedaannya antara Ulama' Ahli satu
dengan lainnya sehingga layak dijadikan rujukan)
Menyinggung kata 'Ulama itu sendiri
bahasa Indonesia saja berbeda dengan bahasa Arab...
ULAMA' ini menurut bahasa Arab adalah
kata jama' TAPI di Indonesia sering kita menyebutnya dengan kata tunggal,
contoh : Seorang 'Ulama, padahal mestinya yang benar Seorang 'Alim. JADI
seharusnya kalau tunggal ya tunggal, kalau jamak ya jamak... Inilah yang
namanya salah kaprah...
Kembali kepada Penistaan Agama yang
sifatnya verbal (perkataan) harus lebih cermat dan hati2 didalam menilai atau
menghukuminya...
Beda dengan Penistaan Agama yang
sifatnya Non Verbal (sikap) jelas bisa langsung diproses dengan bukti yang
ada...
INILAH yang seharusnya dipahami semua
pihak...
0 komentar:
Post a Comment