ANALISA PERBANDINGAN KONSEP
KEMAHAKUASAAN DAN SIFAT-SIFAT TUHAN
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah
Teologi Islam
Yang Dibimbing
Oleh:
Sarkowi, S.Pdi, MA
Oleh:
Muhlish (10610066)
Abdul Hafiz (10610063)
Israfatul Furaidah (10610064)
Evi Nurul Fatmawati (10610065)
JURUSAN MATEMATIKA
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG
2011
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Dalam sejarah peradaban Islam setelah wafatnya Rosulullah
SAW, yaitu pada masa khulafaur rasyidin hingga masa khalifah-khalifah Islam,
telah muncul beberapa aliran-aliran islam yang saling berbeda faham
dalam masalah agama. Aliran-aliran
tersebut mulai muncul sejak zaman Rosulallah SAW dan berkembang pada masa khulafaur
rasyidin khususnya masa masa kholifah Utsman bin Affan,khalifah Ali bin Abi
Thalib dan semakin bertambah banyak
sejak berakhirnya masa khulafaur rasyidin.
Aliran-Aliran ini muncul
akibat adanya perbedaan –perbedaan pendapat dalam kalangan kaum muslimin masalah
ajaran agama islam.Diantara masalah-masalah yang di perdebatkan adalah masalah
teologi atau teori-teori ketuhanan ,salah satu yang menjadi perdebatan dalam masalah teologi
adalah masalah kemahakuasaan Tuhan dan sifat-sifat-Nya. Tarik-menarik diantara aliran-aliran
kalam dalam menyelesaikan masalah ini,tampaknya dipicu oleh
truth claim yang dibangun atas dasar kerangka berfikir masing-masing dan kalim
menauhidkan Tuhan. Tiap-tiap aliran
mengaku bahwa fahamnya dapat mensucikan dan memelihara keesaan Tuhan.
Perbedaan pendapat antara aliran kalam tentang
kemahakuasaan dan sifat-sifat Tuhan tidak terjadi pada semua aliran. Ada aliran yang mempermasalahkan atau memperdebatkannya mereka mengkaji
setiap ayat-ayat al-quran dan hadits
yang tersangkutpaut dengan nalar pikiran(dalil aqli) mereka
masing-masing, dan ada pula aliran yang tidak memperdebatkannya mereka lebih
fokus pada masalah-maslah lain seperti masalah keimanan, kepemimpinan dan
sebagainya.
Berdasarkan fenomena diatas, menarik bagi kami untuk mengkaji
lebih dalam tentang aliran-aliran yang memperdebatkan masalah kemahakuasaan dan
sifat-sifat Tuhan serta perbandingan konsep masing-masing aliran. Sehingga nantinya kita dapat
memahami secara bijak dan benar tentang masalah-masalah tersebut melalui
makalah ini.
1.2 Rumusan Masalah
a. Aliran-aliran apa saja yang memperdebatkan
masalah kemahakuasaan dan sifat-sifat Tuhan?
b. Hal apa saja yang diperdebatkan terkait
masalah tersebut?
c. Bagaimana konsep para aliran
tentang kemahakuasaan dan sifat-sifat Tuhan?
d. Bagaimana perbandingan konsep diantara para
aliran?
1.3 Tujuan
a. Mengetahui aliran-aliran yang
memperdebatkan masalah kemahakuasaan dan sifat-sifat Tuhan.
b. Mengetahui hal-hal yang
diperdebatkan terkait masalah tersebut.
c. Mengetahui konsep para
aliraat-sian sifn tentang kemahakuasaan dan sifat-sifat Tuhan.
d. Mengetahui perbandingan konsep diantara para
aliran.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Analisa
Konsep Kemahakuasaan dan Sifat-Sifat Tuhan
Pada umumnya pengertian
kemahakuasaan dijelaskan bahwa Allah lebih kuasa dari siapa saja yang memiliki
kekuasaan di dunia ini. Di dalam agama islam
diajarkan bahwa salah satu sifat Allah adalah qadrat yang artinya kuasa, yang
disebut qadrat ialah kekuasaan Allah yang dilaksanakan tanpa mempergunakan alat
atau perkakas dan lainnya. Allah berkuasa menjadikan sesuatu dan dengan
berfirman ‘’kun, fayakun’’ ( jadilah, maka jadilah Ia). Disamping itu Allah
juga kuasa untuk menyiksa hambanya yang durhaka dan juga berkuasa untuk
memberikan nikmat-Nya kepada hamba-Nya yang mukmin dan yang beramal saleh.
Menurut salah seorang ulama’, bahwa Allah adalah maha kuasa timbul dari perasaan
bahwa kita manusia mempunyai rasa kemerdekaan dan kalau kita yang terbatas ini
mempunyai kemerdekaan, tentu Allah yang tak terbatas mempunyai kemerdekaan yang
penuh.
Kata sifat atau sifah
adalah nama yang menunjukkan pada dari dzat, dan sifat tersebut merupakan
sesuatu yang terjadi dengan mengambil
sesuatu dari dzat tersebut, seperti
ilmu, kekuaaan, dan sebagainya. Ibnu faris mengatakan: sifat adalah al- amarah
(tanda-tanda) yang lazim untuk sesuatu. Sifat atau na’t adalah
penyebutan ( penjelasan ) anda memgenai sesuatu dengan kebaikan yang ada di dalamnya.([1]) .Perbedaan antara nama dan sifat dapat
dilihat dari beberapa segi, di antaranya: pertama, bahwa dari nama-nama
tersebut diambil sifat-sifat, sedangkan dari sifat-sifat tidak di ambil nama-nama. Nama-nama Allah adalah segala
sesuatu yang menunjukkan pada dzat Allah dengan sifat-sifat kesempurnaan yang
terdapat dalam diri-Nya, seperti Maha Kuasa, Maha
Mengetahui, Maha Bijaksana, Maha Mendengar, dan Maha Melihat. Karena nama-nama
tersebut menunjukkan pada dzat Allah. Nama mencakup juga sifat, sedangkan sifat
merupakan sesatu yang lazim bagi nama. Kedua, bahwa nama-nama tersebut tidak
diambil dari perbuatan-perbuatan Allah. Oleh karena itu kami
tidak mengambil nama yang mencintai, membenci, dan marah dari keadaan Allah
mencintai, membenci dan marah. Sedangkan sifat-sifatNya diambil dari
perbuatan-perbuatanNya, maka kita menetapkan sifat-sifat kecintaan, kebencian,
kemarahan dan lain-lain dari perbuatan-perbuatan tersebut. Ketiga, nama-nama Allah sama-sama
dipergunakan dalam memohon perlindungan terhadap Allah dan dalam mengucapkan
sumpah dipergunakan pula keduanya (nama dan sifat). Akan tetapi
keduanya berbeda dalam penyebutan “hamba (‘abdu)” dan menyeru-Nya (do’a).
Keterangan dalam firman Allah An Nur: 55, ghafir: 60 dan ayat-ayat lainnya ([2])
Dalam
perkembangan pemikiran islam telah muncul berbagai aliran dengan faham yang
berbeda-beda akibat perbedaan penafsiran terhadap sumber ajaran agama islam
yakni al-quran dan al-hadits. Salah satu masalah yang diperdebatkan adalah
masalah teologi atau ketuhanan yang termasuk didalamnya masalah kemahakuasaan
dan sifat-sifat Tuhan. Beberapa aliran yang memperdebatkan masalah
kemahakuasaan dan sifat-sifat-Nya diantaranya:
a.
Aliran Mu’tazilah
Kaum
mu’tazilah adalah golongan yang membawa persoalan-persoalan teologi lebih
mendalam dan bersifat filosofis , mereka banyak memakai akal, sehigga disebut kaum rasionalis islam .Cara mereka
membenuk madzhabnya, banyak menggunakan akal
dan lebih mengutamakan akal, bukan mengutamakan al-quran dan al-hadits.([3])
Mereka
menyebut golongan mereka sendiri sebagai Ahl al-Adl yang artinya golongan yang
mempeertahankan keadilan Tuhan dan juga Ahl al-Tauhid wa al-Adl ,golongan yang
mempertahankan keesaan murni dan keadilan Tuhan.Beberapa pembahasan kaum
mu’tazilah adalah mengenai kemahakuasaan Tuhan dan sifat-sifatnya.
b.Aliran
Asy’ariyah
Pemimpin
aliran ini adalah Asy’ari yang mempunyai nama lengkap Abu al-Hasan Ali ibn Ismail
al-Asy’ari, lahir di Basrah tahun 873 M dan wafat 935 M. Pada
mulanya ia adalah murid al-Jubba’i (salah seorang terkemuka dalam golongan
mu’tazilah), Ia telah puluhan tahun menganut faham mu’tazilah, dan akhirnya
meniggalkan ajaran mu’tazilah.menurut al-Subki dan Ibn ‘Asakir salah stu
sebabnya ialah bahwa pada suattu malam al-Asy’ari bermimpi , dalam mimpi itu ia
bertemu dengan nabi Muhammad s.a.w. mengatakan kepadanya bahwa madhab
al-hadislah yang benar dan madzhab mu’tazilah salah.([4]). Harun
nasution menjelaskan bahwa aliran
Ahlussunnah muncul atas keberanian dan usaha Abu al-Hasan al-Asy’ari
sekitar tahun 300 H.Salah satu permasalahan yang dibahas dalam aliran ini
adalah masalah kemahakuasaan dan sifat-sifat Tuhan.
c.Aliran Maturidiyah
Pemimpin
aliran ini adalah Maturidiah yang mempunyai nama lengkap Abu Mansur Muhammad ibn Muhammad
Ibn Mahmud al-Maturidi, ia lahir di
Samarkand pada pertengahan abad ke-9 dan meninggal tahun 944 M. Tidak
banyak diketahui mengenai riwayat hidupnya. Ia adalah pengikut Abu Hanifah dan
faham-faham teologinya banyak persamaan dengan faham-faham yang di ajukan Abu
Hanifah. Sistem pemikiran teologi yang di timbulkan Abu Mansur termasuk dalam
golongan Teologi Ahli Sunnah dan dikenal dengan nama Al-Maturidiah.([5]).Salah satu
hal yang dibahas dalam aliran ini adalah masalah kemahakuasaan dan sifat-sifat
Tuhan.
d.Aliran Syi’ah Rafidhah
Syi’ah
rafidhah adalah salah satu kelompok syiah moderat yang menolak bahwa Allah senantiasa tahu,
Mereka menilai bahwa pengetahuan itu bersifat baru, tidak qodim. Sebagian besar dari mereka
berpendapat bahwa Allah tidak tahu terhadap sesuatu sebelum kemunculannya. Tatkala di
tanya apakah Allah senantiasa bersifat tahu terhadap diri-Nya, jawaban mereka beragam. Sebagian menjawab bahwa Allah tidak
bersifat tahu terhadap diri–nya sendiri sebelum menciptakan pengetahuan sebab
Ia memang ada, tetapi belum berbuat. .([6])
e. Aliran Ahlus Sunnah waljama’ah
Kaum ahlus
sunnah waljama’ah ialah kaum yang menganut I’tiqad yang
dianut oleh sahabat-sahabat nabi. I’tiqad nabi dan
sahabat-sahabat itu tlah termaktub dalam al-quran dan dalam sunnah Rasul secara
terpencar-pencar, tersusun secarara rapi dan teratur, tetapi kemudian
dikumpulkan dan dirumuskan dengan rapi oleh seorang ulama’ ushuluddin yang
besar yaitu syaikh Abu Hasan al-Ali al-Asy’ari. Karna itu ada orang yang member
nama kepada kaum ahli sunnah waljama’ah dengan kaum As’ariyah.([7])
Dalam
masalah-masalah diatas yaitu masalah kemahakuasaan dan sifat-sifat Tuhan, Ahlu
sunnah waljama’ah muncul sebagai aliran yang tidak berpihak pada aliran-aliran
tersebut namun sebagai penengah untuk memperjelas bagaimana hakikat tentang
kemahakuasaan dan sifat-sifat Tuhan yang
benar berdasarkan al-quran dan hadits.
2.2 Perbandingan Konsep Kemahakuasaan
dan Sifat-Sifat Tuhan
a)
Perbandingan Konsep Kemahakuasaan Tuhan
Perbedaan pendapat dalam aliran- aliran mengenai
kekuasaan Tuhan didasari oleh perbedaan pemahaman terhadap kekuatan akal dan
fungsi wahyu. Pangkal persoalan adalah keberadaan Tuhan sebagai pencipta alam
semesta. Sebagai pencipta alam, Tuhan
haruslah mengatasi segala yang ada, bahkan harus melampui segala aspek yang ada
itu. Ia adalah eksistensi yang mempunyai kehendak dan kekuasaan yang tidak
terbatas karena tidak ada eksistensi lain yang mengatasi dan melampui eksistensinya.
Bagi aliran yang berpendapat bahwa akal mempunyai daya besar dan manusia bebas
dan berkuasa atas kehendak dan perbuatannya, kekuasaan dan kehendak Tuhan pada
hakikatnya tidak lagi bersifat mutlak semutlaknya. Bagi aliran yang berpendapat
sebaliknya, kekuasaan dan kehendak Tuhan tetap bersifat mutlak.[8]
Al-ghazali mengeluarkan pendapat
bahwa Tuhan dapat berbuat apa saja yang di kehendaki Nya, dapat memberikan
hukum menurut kehendak –Nya, dapat menyiksa orang yang berbuat baik jika itu kehendaknya
dan dapat memberi upah pada orang kafir jika yang demikian dikehendakinya. Al-jahiz
juga mengatakan bahwa tiap-tiap benda mempunyai sifat dan natur sendiri
yang menimbulkan efek tertentu menurut natur masing-masing.[9] Adapun aliran – aliran yang berbeda faham
tentang kekuasaan Tuhan tersebut diantaranya:
1. Aliran Mu’tazilah
Mereka mengatakan bahwa
kekuasaan Tuhan sebenarnya tidak mutlak lagi terhadap manusia serta adanya hukum
alam (sunatullah) yang menganut al-quran tidak pernah berubah. Oleh karena
itu kekuasaan kehendak mutlak Tuhan berlaku dalam jalur hukum; hukum yang tersebar
ditengah alam semesta , dengan dalil ayat Surat al-ahzab ayat 62.
سنة الله في
الذين خلوا من قبل ولن تجد لسنة الله تبديلا
Artinya:Sebagai sunah
Allah yang berlaku atas orang-orang yang telah terdahulu sebelum(mu), dan kamu
sekali-sekali tiada akan mendapati perubahan pada sunah Allah. (Al- Ahzab: 62)
Mengenai
kekuasaan Tuhan,kaum Mu’tazilah berpendapat bahwa kekuasaan Tuhan sebenarnya
tidak bersifat mutlak lagi. Seperti terkandung dalam uraian Nadir,kekuasaan
mutlak Tuhan telah dibatasi oleh kebebasan yang menurut faham Mu’tazilah,telah
diberikan kepada manusia dalam
menentukan kemauan dan perbuatan.[10]
Al jahiz mengatakan bahwa tiap tiap benda
mempunyai sifat dan natur sendiri yang menimbulkan efek tertentu menurut natur
masing masing.([11])
Lebih tegas Al khayyat menerangkan bahwa tiap
benda mempunyai natur tertentu dan tak dapat menghasilkan kecuali efek yang itu
itu juga : api tak dapat menghasilkan apa apa kecuali panas dan es tidak
menghasilkan apa apa kecuali dingin.[12] Efek yang ditimbulkan tiap
benda,menurut Mu’ammar seperti gerak
,diam,warna,rasa,bau,panas,dingin,basah,dan kering,timbul sesuai dengan natur
dari masing masing benda yang bersangkutan. Sebenarnya efek yang ditimbulkan
tiap benda bukan perbuatan Tuhan. Perbuatan Tuhan hanyalah menciptakan benda
benda yang mempunyai natur tertentu.([13])
2. Aliran
Asy’ariyah
Kemutlakan
kemahakuasaan dan kehendak Tuhan dilihat dari faham Asy’ariyah mengatakan bahwa,
Tuhan berkuasa dan berkehendak mutlak, dan Tuhan dapat meletakkan beban yang
tak terpikul pada diri manusia. Bagi kaum Asy’ariyah,
Tuhan memang tidak terikat dengan apapun, tidak terikat pada janji-janji,
kepada norma-norma keadilan dan sebagainya. Dan aliran Asy’ariyah juga berpendapat
bahwa, akal mempunyai daya yang kecil dan manusia tidak mempunyai kebebasan
atas kehendak dan mutlak Tuhan berlaku semutlak-mutlaknya. Ayat-ayat
al-qur’an yang dijadikan sandaran oleh aliran Asy’ariyah diantaranya adalah
surat Al-Buruj: 16 dan surat Yunus: 99.[14]
ولوشاء ربك
لامن من في الارض كلهم جميعا أفأنت تكره الناس حتي يكونوا مؤمنين
Artinya:Dan jikalau
Tuhan-Mu menghendaki, tentulah beriman semua orang yang di muka bumi seluruhnya.
Maka apakah kamu (hendak) memaksa manusia supaya mereka menjadi orang-orang
yang beriman semuannya?(yunus: 99)
Al –Asy’ari menjelaskan kekuasaan dan kehendak Tuhan ini,
Al-Asy’ari menulis dalam Al-Ibanah bahwa Tuhan tidak tunduk kepada siapapun,diatas
Tuhan tidak ada suatu dzat lain yang dapat membuat hukum dan dapat menentukan
apa yang boleh dibuat dan apa yang tidak boleh dibuuat Tuhan.[15] Tuhan bersifat absolute dalam kehendak
dan kekuasaanNya,seperti kata al-Dawwani,Tuhan adalah maha pemilik (al
malik) yang bersifat absolute dan berbuat apa saja yang dikehendakiNya di dalam
kerajaanNya dan tak seorangpun yang dapat mencela perbuatan-Nya.[16]
Yaitu sesungguhnya perbuatan
perbuatan itu oleh akal manusia dipandang bersifat tidak baik dan tidak adil.
3.
Aliran Maturidiyah
Dalam
memahami kekuasaan mutlak Tuhan, aliran maturidiyah terpisah menjadi dua yaitu:
Maturidiyah Samarkand dan
Maturidiyah Bukhara. Pemisahan ini disebabkan perbedaan
keduanya dalam menentukan porsi penggunaan akal dan pemberian batas terhadap
kekuasaan mutlak Tuhan. Menurut Maturidiyah Samarkand, kekuasaan
mutlak Tuhan dibatasi oleh keadilan Tuhan. Tuhan adil mengandung
arti bahwa segala perbuatan-Nya adalah baik dan tidak mampu untuk berbuat
buruk, serta tidak mengabaikan kewajiban-kewajibanNya terhadap manusia. Maturidiah
golongan Samarkand tidak sekeras golongan Bukhara dalam mempertahankan
kemutlakan kekuasaan Tuhan,tetapi tidak pula memberikan batasan sebanyak
batasan yang diberikan Mu’tazilah bagi kekuasaan mutlak Tuhan. Batasan batasan yang diberikan
golongan Samarkand ialah:
Ø Kemerdekaan dalam kemauan dan
perbuatan yang menurut pendapat mereka ada pada manusia
Ø Keadaan Tuhan menjatuhkan hukuman
bukan sewenag-wenang, tetapi berdasarkan atas kemerdekaan manusia dalam
memepergunakan daya yang diciptakan Tuhan dalam dirinya untuk berbuat baik atau
berbuat jahat.
Ø Keadaan hukuman hukuman
Tuhan,sebagai kata al-Bayadi tak boleh tidak mesti terjadi.[17]
Sedangkan menurut Maturidiyah Bukhara,
bahwa Tuhan mempunyai kekuasaan mutlak, Menurut al-Bazdawi Tuhan berbuat apa
saja yang dikehendakinya dan menentukan segala-galanya. Dengan demikian keadilan Tuhan
terletak pada kehendak mutlak-Nya dan tidak ada batas-batas baginya. Tidak ada yang dapat menentang
atau memaksa Tuhan,dan tidak ada larangan larangan terhadap Tuhan.([18])
Akan tetapi bagaimanapun juga seperti akan dijelaskan nanti,paham mereka
tentang kekuasaan Tuhan tidklah semutlak paham Asy’ariyah. Aliran
Maturidiyah ini lebih dekat dengan kaum Mu’tazilah dan dalil-dalilnya terdapat
pada surat Al Anbiya: 47.[19]
ونضع الموا
زين القسط ليوم القيامة فلا تظلموا نفس شئ وان كان مثقال حبة من خردل اتينا بها
وكفي بنا حا سبين
Artinya: kami akan memasang timbangan yang tepat pada hari kiamat, maka
tiadalah di rugikan seseorang barang sedikitpun. Dan jika (amalan itu) hanya
seberat biji sawi pun, pasti kami mendatangkan (pahala)nya. Dan cukuplah Kami
sebagai pembuat perhitungan.(Q.S. Al – anbiya’: 47)
b)
Perbandingan Konsep
sifat-sifat Tuhan
Persoalan lain yang menjadi bahan perdebatan
di antara aliran-aliran kalam adalah masalah sifat-sifat Tuhan. Tarik-menarik
diantara aliran-aliran kalam dalam menyelesaikan persoalan ini, tampaknya di
picu oleh truth claim yang di bangun atas dasar berfikir masing-masing dan
klaim menauhidkan Allah. Tiap-tiap aliran mengaku bahwa fahamnya dapat
menyucikan dan memelihara keesaan Allah. Perdebatan antara aliran kalam
tentang sifat-sifat Allah tidak terbatas pada persoalan apakah Allah memiliki
sifat atau tidak, tetapi juga persoalan-persolan cabang sifat-sifat Allah,
seperti antropomorphisme melihat tuhan, esensi Al-qur'an dan sabda
Tuhan. Pertentangan faham antara aliran-aliran tentang sifat-sifat Tuhan di
antaranya:
1.
Mu'tazilah
Menurut salah satu ajaran dasar
teologi mu'tazilah at-tauhid dijelaskan bahwa, Tuhan harus di sucikan dari
segala sesuatu yang dapat mengurangi arti kemahaesaan-Nya. Tuhanlah satu satunya yang Esa, yang unik dan tak ada
satupun yang menyamainya . Oleh karena itu hanya Dialah yang qodim. Bila ada yang
qodim lebih dari satu, maka telah terjadi ta'adud alqudama ( berbilangnya dzat yang tak bermulaan).Untuk memurnikan ke Esaan tuhan ( tanzih ),
mu'tazilah menolak konsep Tuhan memiliki sifat sifat, penggambaran fisik Tuhan,
dan tuhan dapat dilihat dengan mata kepala. Mu'tazilah berpendapat bahwa tuhan itu Esa.
Tak ada satupun yang menyerupainya. Dia maha melihat, mendengar, kuasa,
mengetahi dan sebagainya, itu bukan sifat melainkan dzatnya. menurut mereka sifat
adalah sesuatu yang merekat. Bila
sifat tuhan yang qodim berarti ada dua yang qodim yaitu dzat dan sifatnya.
Wasil bin Atha’, seperti dikutip oleh Asy-
Syahratani mengatakan, " siapa yang mengatakan sifat yang qodim berarti
telah menduakan tuhan. Ini tidak dapat diterima karena merupakan perbuatan
syirik.Apa yang disebut sebagai sifat menurut mu'tazilah
adalah dzat Tuhan itu sendiri. Abu Alkhudzail berkata, " Tuhan mengetahui dengan
ilmu dan ilmu itu adalah Tuhan sendiri. Tuhan berkuasa dengan kekuassan dan
kekuasaanitu adalah Tuhan sendiri, dengan demikian pengetahuan dan kekuasaan
adalah Tuhan sendiri, yaitu dzat dan ensesi
Tuhan bukan sifat yang menempel pada dzatnya. jadi tauhid kaum
mu'tazilah tidak mengakui adanya sifat-sifat Tuhan,tetapi Tuhan adalah zat yang
tunggal tanpa sifat.Tuhan
mendengar dengan dzatnya,Tuhan melihat dengan dzat-Nya,Tuhan berkata dengan
dzat-Nya,sifat Tuhan tidak ada kata kaum mu'tazilah.([20])
Para pemuka
mu'tazilah telah berbeda faham dalam masalah sifat-sifat Tuhan. Aliran mu'tazilah yang memberikan
daya besar kepada akal berpendapat bahwa Tuhan tidak dikatakan mempunyai
sifa-sifat jasmani. Bila Tuhan dikatakan mempunyai
sifat jasmani seperti yang diucapkan oleh Al-jabbar tentulah Tuhan mempunyai
ukuran panjang, lebar dan dalam, Atilah berpendapat bahwa Tuhan bersifat immateri, tidak
dapat dilihat dengan mata kepala karna pertama, Tuhan tidak mengambil tempat
sehingga tidak dapat dilihat dan kedua,
bila Tuhan dapat dilihat dengan
mata kepala, itu berarti Tuhan dapat
dilihat sekarang didunia ini,
sedangkan kenyataannya tidak
seorangpun yang dapat melihat
Tuhan di alam ini. Ayat-ayat al-quran
yang dijadikan sandaran
dalam mendukung pendapat diatas
adalah surat al-an'am ayat
103, surah al-qiyamah ayat
23,surah al-a'raf ayat 14 ,surah al-kahfi ayat 110,surah as-syura51([21]).
Salah satunya
Q.S.Al-An’am yang artinya: Ia tidak dapat dicapai oleh
penglihatan mata, sedang Ia dapat melihat segala penglihatan itu dan dialah
yang Maha Halus lagi Maha Mengetahui ”
Kaum Mu’tazilah
mengatakan bahwa Tuhan tidak mempunyai sifat. Definisi mereka tentang
Tuhan,sebagaimana dijelaskan oleh al Asy’ari,bersifat negative. Tuhan tidak
mempunyai pengetahuan,tidak mempunyai kekuasaan,tidak mempunyai hajat,dan
sebagainya.[22] Ini berarti bahwa Tuhan bagi mereka tidak
mengetahui,tidak berkuasa,tidak hidup,dan sebagainya. Tuhan tetap mengetahui,berkuasa,dan
sebagainya,tetapi bukanlah sifat dalam arti sebenarnya.
2.Asy’ariyah
Pendapat kaum asy’ariyah berlawanan dengan faham mu’tazilah di atas. Mereka dengan tegas mengatakan bahwa Tuhan mempunyai sifat. Menurut Al-Asy’ari tidak dapat diingkari bahwa
tuhan mempunyai sifat karena perbutan-perbutannya. Ia juga mengatakan bahwa
tuhan mengetahui, menghendaki,berkuasa dan sebagainya di samping mempunyai
pengetahuan, kemauan, dan daya. Dan menurut al-Baghdadi,terdapat consensus
dikalangan kaum Asy’ariyah bahwa daya, pengetahuan ,hajat, kemauan, pendengaran
,penglihatan,dan sabda Tuhan adalah kekal.[23]Lebih jauh berpendapat bahwa Allah memeang memiliki sifat-sifat
(bertentangan dengan mu’tazilah) dan bahwa sifat-sifat itu, seperti mempunyai
tangan dan kaki, tidak boleh diartikan
secara harfiah melainkan secara simbolis (berbeda dengan pendapat kelompok
safatiyah).
Selanjutnya, Al-Asy-ari berpendapat bahwa sifat-sifat Allah itu unik karenanya
tidak dapat dibandingkan dengan sifat-sifat manusia. Sifat-sifat Allah berbeda dengan Allah sendiri,
tetapi sejauh menyangkut realitas (haqiqah) tidak terpisah dari esensi-Nya.
Dengan demikian , tidak berbeda dengan-Nya.([24])
Sementara itu, Al-Baghdadi melihat adanya
consensus di kalangan kaum Asy’ariyah bahwa daya, pengetahuan, hayat, kemauan,
pendengaran, penglihatan dan sabda Tuhan adalah kekal. Sifat-sifat ini, kata
Al-Ghazali, tidaklah sama dengan esensi Tuhan, malahan lain dari esensi Tuhan,
tetapi berwujud dalam esensi itu sendiri. Asy’ariyah sebagai aliran kalam
tradisional yang memberikan daya yang kecil kepada akal juga menolak faham
Tuhan mempunyai sifat-sifat jasmani dipandang sama dengan sifat
manusia. Namun, ayat-ayat Al-Qur’an kendatipun menggambarkan Tuhan mempunyai
sifat-sifat jasmani, tidak boleh di takwilkan dan harus di terima sebagaimana
makna harfinya. Oleh karena itu, Tuhan dalam pandangan Asy’ariyah mempunyai
mata, wajah, tangan serta bersemayam di singgasana. Namun, semua itu di katakan
la yukayyaf wa la yuhadd ( tanpa di
ketahui bagaimana cara dan batasnya).
Bertentangan dengan
pendapat Mu,tazilah di atas, aliran Asy’ariah mengatakan bahwa Tuhan dapat di
lihat di akhirat kelak dengan mata kepala. Asy’ari menjelaskan bahwa sesuatu yang dapat di lihat adalah sesuatu yang mempunyai wujud. Kerena Tuhan mempunyai wujud, Ia
dapat di lihat. Lebih jauh di katakan bahwa melihat apa yang ada. Dengan
demikian, Dia melihat diri-Nya juga. Ayat-ayat Al-Qur’an yang dijadikan
sandaran Asy’ari dalam menopang pendapatnya adalah banyak, antara lain surat
Al-Qiayamah ayat 22-23:([25])
وجوه يومئذناضرة . الي ربها ناظرة
Artinya: Wajah-wajah (orang-orng mukmin) pada hari
itu berseri-seri. Kepada Tuhan-nyalah mereka melihat.
3.
Maturidiyah
Berkaitan dengan masalah sifat
tuhan, dapat di temukan persamaan. Pemikiran antara Al-maturidi dan Al-Asy’ari,
seperti dalam pendapat bahwa tuhan mempunyai sifat-sifat seperti sama’,
basher,dan sebagainya. Walaupun begitu, pengrtian Al-maturidi tentang sifat
tuhan berbeda dengan Al-Asy’ari. Al-asy’ari mengartikan sifat tuhan sebagai sesuatu yang bukan
dzat, melainkan melekat pada dzat itu sendiri. Sedangkan menurut Al-maturidi, sifat tidak di katakan sebagai
esensinya. Tampaknya faham al-maturidi tentang makna sifat Tuhan
cenderung mendekati faham mu’tazilah. Perbedaannya, Al-maturidi mengakui adanya sifat-sifat Tuhan,
sedangkan Mu’tazilah menolak adanya sifat-sifat Tuhan.([26])
Sementara itu, Maturidiyah
Bukhara, berpendapat bahwa Tuhan mempunyai sifat-sifat. Maturidiyah Bukhara
juga berpendapat Tuhan tidaklah mempunyai sifat-sifat jasmani. Ayat-ayat Al-Qur’an yang
menggambarkan Tuhan mempunyai sifat-sifat jasmani haruslah di beri takwil.
Menurut Al-Bazdawi, kata istawa haruslah di fahami dengan arti al-istila ala
asy-syai’I wa qarh alaihi (menguasai sesuatu dan memaksanya). Demikian juga, ayat
yang menggambarkan Tuhan mempunyai dua mata dan dua tangan, bukanlah Tuhan
mempunyai anggota badan. Kaum
Maturidiah Bukhara berpendapat bahwa Tuhan memiliki sifat-sifat. Sifat sifat
Tuhan kekal melalui sifat sifat itu sendiri juga dengan mengatakan bahwa Tuhan
bersama sama sifatNya kekal,tetapi sifat sifat itu tidak kekal.[27]
Golongan Samarkand dalam hal ini kelihatannya tidak sefaham
dengan Mu’tazilah karena
Al-maturidi mengatakan bahwa sifat
bukanlah Tuhan, tetapi tidak lain dari Tuhan. Maturidiyah Samarkand sependapat
dengan mu’tazilah dalam menghadapi ayat-ayat yang memberi gambaran Tuhan
bersifat dengan menghadapi jasmani ini. Al-maturidi mengatakan bahwa yang di
maksud dengan tangan, muka, mata dan kaki adalah kekusaan Tuhan. Maturidiyah Samarkand sejalan dengan Asy’ariyah dalam
hal Tuhan dapat di lihat. Sebagaimana yang di jelaskan Al-maturidi bahwa
melihat Tuhan itu merupakan hal yang pasti dan benar. Tetapi tidak dapat di
jelaskan bagaimana cara melihatnya. Ayat yang di jadikan dalil oleh al-maturidi
dalam mendukung pendapatnya tentang Tuhan dapat di lihat dengan mata kepala
adalah surat Al-an’am ayat 103:
لاتدركه الآبصاروهويدرك
الآبصاروهواللطيف الخبير
Artinya: Ia tidak dapat di capai
oleh penglihatan mata, sedang Ia dapat melihat segala penglihatan itu dan
Dialah yan maha luas lagi maha mengetahui.
4. Syi’ah Rafidhah
Sebagian tokoh syi’ah rafidhah menolak bahwa Allah senantiasa
bersifat tahu. Pendapat ini lebih keras daripada pendapat Al-fuaithi.
Mereka menilai bahwa pengetahuan itu bersifat baru, tidak qadim. Sebagian besar
dari mereka berpendapat
bahwa Allah tidak tahu terhadap sesuatu sebelum kemunculannya.
Sebagian dari mereka berpendapat bahwa Allah tidak
bersifat tahu terhadapssuatu sebelum Ia menghendakinya. Tatkala Ia menghendaki sesuatu,
Ia pun bersifat tahu. Jika Ia tidak menghendaki, Ia tidak bersifat tahu. Makna
Allah berkehendak menurut mereka adalah bahwa Allah mengeluarkan gerakan
(taharraka harkah). Ketika gerakan itu muncul,Ia bersifat tahu terhadap sesuatu
itu. Mereka berpendapat pula bahwa Allah tidak bersifat
tahu terhadap sesuatu yang tidak ada .
Sebagian dari mereka berpendapat bahwa makna
Allah bersifat tahu adalah Ia berbuat. Tatkala ditanya apakah Allah senantiasa
bersifat tahu terhadap diri-Nya, jawaban mereka beragam. Sebagian menjawab
bahwa Allah tidak bersifat tahuterhadap diri-Nya sendiri sebelum menciptakan
pengetahuan sebab Ia memang ada, tetapi belum berbuat. Sebagian lagi menjawab
bahwa Allah senantiasa tahu terhadap diri-Nya sendiri. Jika ditanya apakah
Allah senantaiasa berbuat, mereka menjawab, “Ya, tetapi kami tidak mengatakan
bahwa perbuatan-Nya juga qadim.
Mayoritas tokoh Rafidhah menyifati Tuhannya dengan bada (perubahan). Mereka beranggapan
bahwa Tuhan mengalami banyak perubahan. Sebagian mereka mengatakan bahwa Allah
terkadang memerintahkan sesuatu lalu merubahnya. Terkadang pula Ia menghendaki
melakukan sesuatu lalu mengurungkannya Karena ada perubahan pada diri-Nya.
Perubahan itu bukan dalam arti naskh, tetapi dalam arti bahwa pada waktu
yang pertama Ia tidak tahu apa yang bakal terjadi pada waktu yang kedua.([28])
5. Ahlu
Sunnah Waljama'ah
Ahlu Sunnah waljama'ah bersepakat bahwa tidak ada
sesuatupun yang menyerupai Allah SWT.
Tidak dalam dzatnya, sifat-sifatnya maupun perbuatannya. Ahlussunnah wal jamaah menetapkan
sifat-sifat yang Allah tetapkan sendiri dan ditetapkan oleh Rasulnya; tanpa
menolaknya, tidak juga menyerupakannya. Mereka tidak menyerupakan Allah dengan
salah satu makhluk-Nya. Namun
mereka juga tidak menolak sifat-sifat-Nya yang telah di tetapkan dalam Al-kitab
dan As-sunnah. Mereka berada di tengah-tengah antara kaum Musyabbihah yaitu
yang menyerupa-kan Allah dengan makhluk-Nya dan kaum mu'atthilah
yaitu yang menafikan sifat-sifat Allah.
Hasil I'jtihad kaum ahlussunnah wal jama'ah, mengenai
sifat-sifat tuhan yaitu tuhan itu mempunyai banyak sifat yang meliputi sifat
jamal (keindahan), sifat jalal (kebesaran), sifat kamak (kesempurnaan). Tetapi yang wajib di ketahui oleh setiap orang islam yang
sudah balig dan berakal adalah 20 sifat yang wajib(mesti ada) pada Allah. 20
sifat mustahil (tidak mungkin ada) pada Allah. Satu sifat yang harus (boleh
ada-boleh tidak) pada Allah. Adapun sifat yang
20 yang mesti ada dan yang 20 mustahil pada Allah itu, adalah:
1.
Bukti atas adanya Tuhan ialah adanya alam ada. ini; kalau Tuhan yang Wujud,
artinya Tuhan ada, mustahil Ia tidak ada. menjadikan alam ini tidak ada
tentulah alam ini juga tidak akan Dalil sifat ini dalam al-quran ialah:
سبحانه هوالله واحدالقهار
Artinya: " Amat suci ia, ia Tuhan yang Esa
lagi gagah".(Az-zumar:4)
2.
Qidam, artinya tidak berpemulaan adanya ,mustahil Ia berpemulaan adanya,karna kalau
Ia berpemulaan adanya maka samalah Ia dengan makhluk,kalau Ia sama dengan
makhluk maka ia bukan Tuhan.Dalil dari al-quran atas qidam-Nya Tuhan
ialah:
هؤا لاؤل والاخر والظاهروالباطن وهو بكل شيئ عليم
Artinya:Ia-lah Tuhan yang tidak berpemulaan ada-Nya dan
tidak pula berkesudahan ada-Nya,Ia-lah yang lahir wujud-Nya, Ia-lah yang tersembunyi(dzat-Nya)
dan Ia tahu tiap-tiap sesuatu(Al-hadid:3)
3.
Baqa' ,artinya kekel selama-lamnya ,mustahil Ia akan lenyap, Tuhan tidak mungkin akan
habis ,karna kalu Ia tidak ada lagi,maka
siapakah yang menjadi Tuhan sesudah-Nya? Tuhan kekal buat selama-lamanya dan ia
akan mengekalkan pula surga dan neraka bersama penghuni-penghuninya.Dalil dalam
al-quran bahwa Tuhan bersifat kekal ialah:
كل شيئ هالك الا وجهه
Artinya: segala sesuatu akan lenyap, kecuali
dzatnya.
4. Mukhalafatuhulil
Hawaditsi, artinya
tuhan berlainan dengan sekalian
makhluk,mustahil ia serupa dengan makhluk-Nya. Tuhan Besar,Tinggi,Agung dengan segala
kebesaran ketinggian dan keagungan-Nya,tidak ada suatu jua diantara makhluk
yang menyerupai-Nya dalam hal tersebut.Dalil sifat ini dalam al-quran adalah :
ليس كمثله شيئ وهو السميع البصير
Artinya: Tiada yang menyerupai-Nya suatu juga Ia mendengar lagi melihat.
5. Qiyamuhu Binafsihi, artinya
bahwa Tuhan berdiri sendiri tidak membutuhkan pertolongan orang lain, mustahil Ia butuh pertolongan orang lain. Dalil sifat ini dalam al-quran
ialah:
عن ان الله لغني العالمين
Artinya: Bahwasanya Allah tidak memebutuhkan
makhluk.
6. Wahdaniyat,artinya Tuhan Esa ,mustahil Ia banyak.dalil sifat ini dalam Alquran ialah: والهكم اله واحد لااله الاهو
Artinya:
Dan Tuhanmu adalah tuhan yang esa, tiada tuhan selain dia, pengasih dan penyayang.
7.
Qudrat,artinya ialah Tuhan Kuasa
,mustahil Ia lemah(dha'if). Dalil sifat ini banyak
dalam al-quran diantaranya: وكان الله على كل شيئ قديرا
Artinya: Dan
adalah Allah atas tiap-tiap suatu kuasa.
8.
Irodat,artinya menetapkan sesuatu
menurut kehendak-Nya,mustahil Ia tidak menurut kehendak-Nya dan mustahil Ia
dipaksa oleh kekuatan lain untuk melakukan sesuatu.Dalil sifat
ini dalam Alquran ialah: وربك يخلق ما يشاء ويختار
Artinya:
Dan tuhan mu menjadikan apa yang ia mau dan ia kehendaki.
9.
Ilmu,artinya Tuhan Maha Mengetahui
,mustahil Ia tidak tahu. Dalil sifat ini dalam al-quran
ialah: وهو بكل شيئ عليم
Artinya: Dan ia (tuhan) mengetahui
segala sesuatu. (Al-baqarah: 29)
10. Hayat. Artinya
Tuhan itu hidup ,mustahil Tuhan iyu mati. Dalil sifat
ini dalam al-quran ialah: الله لااله الاهوالحي القيوم
Artinya:
Tiada Tuhan selain ia, yang hidup dan tegak.
11. Sama' ,artinyaTuhan itu mendengar ,mustahil Ia
tuli,tuli ialah sifat kekurangan tidak masuk akal kalau tuhan
mempunyai sifat Kekurangan.Dalil sifat ini dalam al-quran ialah:
وهو السميع البصير
Artinya: Dan ia melihat dan mendengar. (as-syura:11)
12. Bashar,artinya Tuhan itu melihat
,mustahil Ia buta.Dalil sifat ini dalam al-quran ialah: وهو السميع البصير
Artinya: Dan ia melihat dan
mendengar. (as-syura:11)
13. Kalam ,artinya Tuhan itu berkata
,mustahil Ia bisu.dalil sifat ini dalam al-quran
ialah: وكلم الله موسى تكليما
Artinya: Dan berkata-kata
tuhan dengan musa sebenar berkata-kata.(An-nisa':163)
14. Kaunuhu Qodiran, artinya Tuhan maha kuasa, mustahil
Ia lemah, dasarnya lihat pada sifat
qudrat.
15. Kaunuhu
Muridan, artinya Tuhan tetap selalu dalam keadaan menghendaki, mustahil
Ia dalam keadaan tidak menghendaki, dalilnya sama dengan
sifat irodat.
16. Kaunuhu 'Aaliman, artinya Tuhan tetap selalu dalam keadaan
tahu,mustahil Ia tidak dalam keadaan tahu ,dalilnya
sama dengan sifat ilmu.
17. Kaunuhu Hayyan, artinya
Tuhan tetap dalam keadaan hidup, mustahil Ia dalam keadaan mati, dalilnya sama dengan sifat
hayat.
18. Kaunuhu Sami'an, artinya
Tuhan tetap selalu dalam keadaan mendengar, mustahil Ia dalam keadaan tuli, dalilnya sama dengan sifat
sama'.
19. Kaunuhu Bashiran, artinya
Tuhan tetap dalam keadaan Melihat, mustahil Ia dalam keadaan buta, dalilnya sama dengan sifat
bashar.
20. Kaunuhu Mutakalliman, artinya Tuhan tetap selalu dalam keadaan berkata, mustahil
Ia dalam keadaan Bisu, dalilnya sama dengan sifat kalam.
Sifat yang harus bagi Allah hanyalah satu, yaitu: Ia
boleh memperbuat dan
boleh tidak memperbuat. Dalilnya sifat ini dalam al-quran ialah:
ان يشأيرحمكم اوإن يشأ يعذَّ بكم
Sedangkan Asmaul husnah yang
berjumlah 99 adalah nama-nama Tuhan yang telah dijelaskan oleh nabi Muhammad
SAW.Menurut faham mereka Tuhan akan
dapat dilihat oleh penduduk surga, oleh hamba-hamba-Nya yang saleh yang banyak
mengenal tuhan ketika hidup didunia. Seperti dalam firman
–Nya: وجو ه يومئذ ناضرة الى ربها ناظرة
Menurut fatham Ahlusunnah waljamaah bahwa al-Quran adalah
kalam Allah yang qodim. Adapun yang
tertulis dalam mas-haf , yang pakai huruf dan suara adalah gambaran dari
quran yang qodim itu. Seperti firman-Nya:
الرحمن .علم القرآن خلق الإنسا
Artinya: Tuhan yang Maha Pemurah,
Dia telah mengajarkan Al-Qur’an dan telah menjadikan insan. (Ar-Rahman: 1-3).
Pada ketika
Tuhan membariskan dalam sebutan-Nya, dalam ayat tersebut antara Al-Qur’an dan
kalam-Nya dan sifat-Nya, Ia menyebutkan “mengajarkan” pada Al-Qur’an dan
“menjadikan” pada insan. Kalau Al-Qur’an itu makhluk sama dengan
insan tentu Tuhan akan berfirman yang artinya Ia Tuhan yang menjadikan
Al-Qur’an dan menjadikan insan.
Bagaimanapun,yang dimaksud dengan
ahlu sunnah wal jama’ah didalam lapangan teologi islam adalah kaum Asy’ariyah
dan kaum Maturidiah. Dalam soal sifat sifat Tuhan terdapat persamaan antara
al-Asy’ari dan al-Maturidi. Baginya Tuhan juga mempunyai sifat sifat.[29]
BAB III
PENUTUP
3.I Kesimpulan
Semua aliran teologi
dalam islam, baik Asy’ariyah, Maturidiyah, Mu’tazilah dan lain-lain sama-sama mempergunakan
akal dalam menyelesaikan persoalan-persoalan teologi yang timbul di kalangan
ummat islam. Perbedaan yang terdapat antara aliran-aliran itu ialah perbedaan
dalam derajat kekuatan yang diberikan kepada akal. Jika Mu’tazilah berpendapat
bahwa akal mempunyai daya yang kuat, Asy’ariyah sebaliknya berpendapat bahwa
akal mempunyai daya yang lemah.
Semua aliran berpegang
kepada wahyu. Dalam hal ini perbedaan yang terdapat antara aliran-aliran itu
hanyalah perbedaan dalam interpretasi mengenai teks ayat-ayat al qur’an dan
hadits. Bagi aliran yang memiliki akal yang kuat, mengatakan bahwa kekuasaan
Tuhan tidak bersifat mutlak. Tetapi aliran yang berpendapat sebaliknya,
kekuasaan Tuhan bersifat mutlak semutlak- mutlak-Nya. Seperti yang di kemukakan
kaum Mu’tazilah, Asya’riyah, Maturidiyah, Ahlussunah wal jama’ah dan lain-
lainnya. Bagi
kaum Asy’ariyah,Tuhan memang tidak terikat kepada apapun,tidak terikat kepada
janji janji,kepada norma keadilan,dan sebagainya. Sedangkan Mu’tazilah
berpendapat bahwa kekuasaan Tuhan sebenarnya tidak bersifat mutlak lagi.Jika kaum
Mu’tazilah mengatakan bahwa Tuhan tidak
mempunyai sifat, Tuhan tetap mengetahui, berkuasa, dan sebagainya tetapi
mengetahui, berkuasa, dan sebagainya bukanlah sifat dalam arti sebenarnya.Mereka menganut paham bahwa Tuhan
tidak mempunyai sifat sifat jasmani,karena Tuhan bersifat immateri.Kaum
Asy’ariyah, Maturidiyah, dan lainya mengatakan bahwa Tuhan mempunyai sifat,
karena perbuatan-perbuatannya, di samping menyatakan bahwa Tuhan mengetahui, menghendaki, berkuasa dan
sebagainya juga menyatakan Ia mempunyai pengetahuan, kemauan dan daya. Dan
dalam Ahlussunah wal jama’ah menyebutkan bahwa Tuhan mempunyai 20 sifat wajib, 20 sifat mustahil, dan satu
sifat jaiz.
3.2 Saran
Hendaknya para
pembaca dapat mengambil manfaatnya dari makalah ini sebagai penambah wawasan
mengenai kekuasaan dan sifat sifat Tuhan menurut
beberapa aliran teologi.
DAFTAR PUSTAKA
Abbas, sirajuddin. 1991. I’tiqad Ahlu
Sunah Wal Jama’ah, Jakarta: Pustaka Tarbiyah Jakarta
Al- Ghunamimi, Abdul A. H. 1995. Tahdzib
Syarh Ath – Thawiyah, Solo: Pustaka At;Tibyan
Abdul Qadir As-Segaf, Alawy, 2000. Mengungkap
Kesempurnaan Sifat-Sifat Allah. Jakarta: Pustaka Azzam
Ibrahim, Al- Qasim, 2002. Bukti
Keberadaan Allah, Jakarta: PT Serambi Ilmu Semesta
Nasution, Harun, 2010. Teologi
Islam Aliran-Aliran Sejarah Analisa Perbandingan. Jakarta: UI Press
Nazir Karim, M. 2004. Dialektika Teologi
Islam. Bandung: Nuansa
Rozak, Abdul. 2007. Ilmu Kalam. Bandung: CV
Pustaka Setia
Abu
Manshur.1928. Kitab al usul ad
din.Constantinople:Madrasah al-llahiyat
Al-Asy’ari.Kitab Al-Ibanah ‘an Usul al-Diniyah.Hyderabad:tat
Al-Asy’ari.1930.Maqalat al Islamiyin wa Ikhtilaf al-musallin.Constantinople:Mtba’ah
al Dawlah
Al-Bayadi.1963.Isyarat al maram min ‘ibarat al imam.
Kairo: ’Isa al babi al halabi
Al-Syahratani.1951.Kitab Al Milal wa al mihl.Kairo
IbrahimAgah.1962.Al-Iqtishad fi al-I’tiqa.Ankara:Ankara
Universitesi
Muhammad Abduh.1958.Hashiyah ‘ala al-‘Aqa’id al-‘Adydiah.Kairo:
’Isa al babi al halabi
Nader.19516Le Syteme Philosophique des Mu’tazila.Beyrouth:Institut des Lettres
Orientales
[1]
.Alawy bin Abdul
Qodir As-Segaf, Mengungkap Kesempurnaan Sifat-Sifat Allah (Jakarta:
Pustaka Azzam), hal 1-3
[2]
.Ibid hal 2-3
[3])(I’tiqad ahlusunnah walajamaah:177,Sirajuddin
‘Abbas
[4]
)(Teologi Islam:65,Harun Nasution) Harun nasution
menjelaskan bahwa aliran
Ahlussunnahbmuncul atas keberanian dan usaha Abu al-Hasan al-Asy’ari
sekitar tahun 300 H.
[5] , ( ibid.hlm 76 )
[6] .( ibid.hlm 179)
[7] .
(I’tiqad ahlusunnah waljama’ah:16)
[8]. Abdul Rozak, Ilmu Kalam (Bandung: CV
Pustaka Setia), hal 181.
[9]. Harun Nasution, Teologi Islam (Jakarta: UI
Press), hal 118-119.
[10] IbrahimAgah.Al-Iqtishad
fi al-I’tiqad(Ankara:Ankara Universitesi)hal184
[11] Al-Syahratani.Kitab
Al Milal wa al mihl.hal 75
[12] Nader.Le Syteme
Philosophique des Mu’tazila.hal145
[13] Al-Asy’ari.Maqalat
al Islamiyin wa Ikhtilaf al-musallin.II/90
[14]
Abdul Rozak, Ilmu Kalam
(Bandung: CV Pustaka Setia), hal 184-185.
[15] Al-Asy’ari.Kitab
Al-Ibanah ‘an Usul al-Diniyah.hal68
[16] Muhammad Abduh.Hashiyah
‘ala al-‘Aqa’id al-‘Adydiah.hal546
[17] Al-Bayadi.Isyarat
al maram min ‘ibarat al imam.hal159
[18]Abu Manshur. Kitab al usul ad din.hal 130
[19]
Abdul Rozak, Ilmu Kalam (Bandung: CV Pustaka Setia), hal 186-187.
[20]
Ibid .hal 170
[21]
Ibid .hal 171
[22] Al-Asy’ari.Maqalat
Al-Islamiyin wa Ikhtilaf al-Mussalim.II/176
[23] Al-Baghdadi.Usul
al-Din.hal90
[24] Ibid .hal 173
[25]
Ibid.hal 175
[26] Ibid . hal 177
[27] Al-Baghdadi.Kitab
Usul al-Din.hal216
[28] Ibid .hal 180
[29] Al-Bazdawi.Kitab Usul al-Din.hal34
0 komentar:
Post a Comment