OLEH : Hadi Santoso WA GTS
Teduh rasanya menyimak Dhawuh Prof
Dr. KH. M Tolchah Hasan, Ahad lalu (20/11/2016) di Majelis Haul ke-10 Kyai
Abdul Manan Syukur Alhafidz, Pengasuh PP Nurul Huda Singosari Malang. Kyai
Tolchah Mengajak kita semua kembali ke karakter, akhlaq dan cara ulama terdahulu
dalam berdakwah.
Untuk menjadi seperti Kiai Manan,
Kiai Tolchah mencatat tiga hal syarat dasar seorang kyai. Ketiganya sekaligus
menjadi prasyarat bagi siapapun yang ingin menjadi Kiai. Pertama, Memiliki Ilmu
agama di atas rata2. Kedua, Memiliki akhlaq, sekaligus menjadi uswah/teladan
akhlaq. Ketiga, Dekat dengan nafas kehidupan dan problematika yg dihadapi
masyarakat, sehingga dicintai Ummat.
Kiai Tolchah bahkan tak menyinggung
soal memanasnya politik mutakhir di Jakarta yg salah satunya akibat
'politisasi' sentimen agama. Hari ini, lanjut Kiai Tolchah, 5 negara di dunia
yang paling tidak aman, justru Negara-negara Islam dan berpenduduk Islam:
Suriah, Iraq, Afghanistan, Yaman, dan Nigeria. Beliau hanya mewarning agar umat
Islam di dunia melakukan refleksi dlm menjadikan Islam sbg aspirasi, khususnya
dalam politik. Semoga Indonesia sbg negara berpenduduk muslim terbesar di
dunia, bisa terhindar dari konflik2 berbahan baku sentimen agama/faksi spt di
negara2 itu.
Untuk itu, Kiai Tolchah ingatkan
kembali, agar Islam Ahlussunnah wal Jama'ah yg telah disebar dan dijalankan
oleh Pesantren dan NU tetap dipertahankan keberadaan dan dominasinya, khususnya
di Imdonesia. Aswaja tak cukup didoktrinkan dari sisi ajaran dan pahamnya saja.
Aswaja perlu ditanamkan pd generasi dari aspek kebudayaannya. Ada beberapa
prinsip kebudayaan aswaja yg tetap harus.ada: Ta'aruf (saling mengenal),
Tawasuth (jalan tengah), Tawazun (berimbang), Tasamuh (lentur) dan Ta'awun
(saling membantu). Prinsip kebudayaan tentu berbeda dan berkebalikan dg 'trend'
cara ber-Islam yg tatharruf (radikal), keras dan penuh kemarahan dan caci maki.
Mengakhiri mau'idzahnya, Kiai Tolchah
Hasan menggambarkan bahwa Arus Globalisasi sudah mirip dengan banjir Bandang di
era Nabi Nuh. Tak ada manusia yang bisa selamat, kecuali menaiki nabi Perahu
Nabi Nuh. Hari ini banyak manusia bersikap dan sombong seperti putera nabi Nuh.
Dia mengira, ketinggian Gunung akan bisa selamatkan dia dari banjir bandang
itu. Manusia era milenium kini juga
sama, over estimate bahwa kemampuan Dan ketinggian ilmu, teknologi serta
kemapanan ekonomi akan bisa selamatkan mereka dari banjir bandang globalisasi.
Padahal tidaklah begitu. Sejarah mencatat, mereka akan tersapu banjir globalisasi. "Saatnya, kita siapkan perahu Nabi
Nuh," tegas Kiai Tolchah. Dan Perahu Nabi Nuh itu adalah Pondok
Pesantren! Dan sebagai Pesantren Besar,
tentu juga, Nahdlatul Ulama, yang telah menjadi jalan ijtima'iyyah kyai-kyai
pesantren kita dalam beragama dan bermasyarakat di negeri nusantara ini.
0 komentar:
Post a Comment