IBX5B1983B5DCA99

Opsional

Saturday, November 26, 2016

CARA ULAMA' TERDAHULU DALAM BERDAKWAH, BERKARAKTER DAN BERAKHLAK

OLEH : Hadi Santoso WA GTS
Teduh rasanya menyimak Dhawuh Prof Dr. KH. M Tolchah Hasan, Ahad lalu (20/11/2016) di Majelis Haul ke-10 Kyai Abdul Manan Syukur Alhafidz, Pengasuh PP Nurul Huda Singosari Malang. Kyai Tolchah Mengajak kita semua kembali ke karakter, akhlaq dan cara ulama terdahulu dalam berdakwah.
Untuk menjadi seperti Kiai Manan, Kiai Tolchah mencatat tiga hal syarat dasar seorang kyai. Ketiganya sekaligus menjadi prasyarat bagi siapapun yang ingin menjadi Kiai. Pertama, Memiliki Ilmu agama di atas rata2. Kedua, Memiliki akhlaq, sekaligus menjadi uswah/teladan akhlaq. Ketiga, Dekat dengan nafas kehidupan dan problematika yg dihadapi masyarakat, sehingga dicintai Ummat.
Kiai Tolchah bahkan tak menyinggung soal memanasnya politik mutakhir di Jakarta yg salah satunya akibat 'politisasi' sentimen agama. Hari ini, lanjut Kiai Tolchah, 5 negara di dunia yang paling tidak aman, justru Negara-negara Islam dan berpenduduk Islam: Suriah, Iraq, Afghanistan, Yaman, dan Nigeria. Beliau hanya mewarning agar umat Islam di dunia melakukan refleksi dlm menjadikan Islam sbg aspirasi, khususnya dalam politik. Semoga Indonesia sbg negara berpenduduk muslim terbesar di dunia, bisa terhindar dari konflik2 berbahan baku sentimen agama/faksi spt di negara2 itu.
Untuk itu, Kiai Tolchah ingatkan kembali, agar Islam Ahlussunnah wal Jama'ah yg telah disebar dan dijalankan oleh Pesantren dan NU tetap dipertahankan keberadaan dan dominasinya, khususnya di Imdonesia. Aswaja tak cukup didoktrinkan dari sisi ajaran dan pahamnya saja. Aswaja perlu ditanamkan pd generasi dari aspek kebudayaannya. Ada beberapa prinsip kebudayaan aswaja yg tetap harus.ada: Ta'aruf (saling mengenal), Tawasuth (jalan tengah), Tawazun (berimbang), Tasamuh (lentur) dan Ta'awun (saling membantu). Prinsip kebudayaan tentu berbeda dan berkebalikan dg 'trend' cara ber-Islam yg tatharruf (radikal), keras dan penuh kemarahan dan caci maki.

Mengakhiri mau'idzahnya, Kiai Tolchah Hasan menggambarkan bahwa Arus Globalisasi sudah mirip dengan banjir Bandang di era Nabi Nuh. Tak ada manusia yang bisa selamat, kecuali menaiki nabi Perahu Nabi Nuh. Hari ini banyak manusia bersikap dan sombong seperti putera nabi Nuh. Dia mengira, ketinggian Gunung akan bisa selamatkan dia dari banjir bandang itu. Manusia era  milenium kini juga sama, over estimate bahwa kemampuan Dan ketinggian ilmu, teknologi serta kemapanan ekonomi akan bisa selamatkan mereka dari banjir bandang globalisasi. Padahal tidaklah begitu. Sejarah mencatat, mereka akan tersapu banjir globalisasi.  "Saatnya, kita siapkan perahu Nabi Nuh," tegas Kiai Tolchah. Dan Perahu Nabi Nuh itu adalah Pondok Pesantren!  Dan sebagai Pesantren Besar, tentu juga, Nahdlatul Ulama, yang telah menjadi jalan ijtima'iyyah kyai-kyai pesantren kita dalam beragama dan bermasyarakat di negeri nusantara ini.

0 komentar:

Post a Comment