IBX5B1983B5DCA99

Opsional

Monday, November 21, 2016

MENGKRITISI TEOLOGI KONTEMPORER


MENGKRITISI TEOLOGI KONTEMPORER
Disusun Untuk Memenuhi Ujian Tengah Semester (UTS) Mata Kuliah Teologi Islam Diampu oleh Bapak Sarkowi, S.PdI, MA




Oleh :
Sefty Faradillah                            ( 07610023)
Diana Rahmawati                         (07610049)
Riang Fauzi                                 (07610050)
Nirwan Amin Yahya                    (07610051)



 











JURUSAN MATEMATIKA
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MAULANA MALIK IBRAHIM
MALANG
2011


KATA PENGANTAR

            Puji syukur kehadirat Allah SWT. Dzat yang Maha Kuasa yang telah melimpahkan begitu banyak karunia-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan Makalah yang berjudul Teologi Kontemporer ini. Kami ucapkan terimakasih kepada Bapak Dosen yang telah membimbing kami dalam menyusun Makalah. Tidak lupa juga kami ucapkan terima kasih kepada rekan-rekan yang telah memberikan saran dan masukan dalam pembuatan makalah ini.
            Kami sebagai penyusun Makalah ini mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun dari pembaca demi perbaikan penyusunan Makalah selanjutnya.
            Semoga Makalah ini memberikan manfaat bagi Penyusun dan pembaca. Dan berguna untuk menambah wawasan kita.





Malang, April 2011



                                                                                                                                                              









DAFTAR ISI
Kata Pengantar............................................................................................... 1
Daftart Isi........................................................................................................ 2
BAB I Pendahuluan....................................................................................... 3
Latar Belakang............................................................................................... 3
Rumusan Masalah.......................................................................................... 3
Tujuan............................................................................................................. 3
BAB II Pembahasan....................................................................................... 4
Latar Belakang Munculnya Teologi Kontemporer..................................... 4
Sifat Khas Teologi Kontemporer.................................................................. 4
Tema-tema Teologi Kontemporer dan Tokoh-tokohnya............................ 7
Corak Pemikiran Teologi Kontemporer...................................................... 8
Keragaman Pemikiran Teologi Kontemporer............................................. 12
BAB III Penutup............................................................................................ 16
Kesimpulan..................................................................................................... 16
Saran................................................................................................................ 16
Daftar Pustaka................................................................................................ 17















BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar belakang
Bidang Teologia Kontemporer sebenarnya baru lahir pada tahun 1919, yang dicetuskan oleh salah seorang tokohnya yang bernama Karl Barth. Namun demikian dasar pemikiran teologia Kontemporer ini sesungguhnya telah diawali sejak jaman Pencerahan yaitu oleh tokoh filsafat yang bernama Immanuel Kant.
Pada umumnya istilah Teologia Kontemporer disebut juga Teologia Modern. Istilah "modern" sering dihubungkan dengan jaman Pencerahan Barat dimana segala sesuatu yang lahir pada masa itu di sebut modern, yaitu pemikiran yang menganggap bahwa manusia sudah menjadi matang dan "bebas untuk berpikir tanpa sangsi atau pengarahan dari luar diri manusia (otoritas di luar diri manusia)." Maka tidak heran jika motto manusia modern menjadi: "Beranilah menggunakan pengertianmu sendiri."(1)
Teologi kontemporer atau yang disebut juga dengan Teologi Modern adalah teologi Historis-Kritis, yaitu teologi yang di dasarkan pada keraguan atau kecurigaan terhadap Alkitab. Alkitab tidak lagi diterima sebagai wahyu Allah atau kebenaran yang diilhamkan, tetapi sebagaimana layaknya buku kuno yang harus dibuktikan kebenarannya, baik dari sisi sejarahnya maupun berita yang disampaikan di dalamnya.[1]
Sejak tahun 1919, pemikiran filsafat Karl Barth ternyata memberi pengaruh yang sangat signifikan bagi teolog-teolog modern sesudahnya. Tidak dapat disangkal bahwa pengaruh pemikiran modern Karl Barth ini akhirnya muncul menjadi suatu trend yang memberi nafas bagi muncul dan berkembangnya aliran teologia-teologia Kontemporer hingga saat ini.
(Latar belakang kurang tertata atau tidak menjelasan timbulnya suatu rumusan permasalahan dan alasan pemilihan judul ini belum dipaparkan).
B.     Rumusan masalah
1.      Bagaimana latar belakang munculnya teologi kontemporer ?
2.      Apasaja corak pemikiran teologi kontemporer ?
(kalimat tanya yang dimulai dengan kata apasaja kurang efektif untuk dijadikan rumusan masalah karena kata tanya apa, siapa, atau apasaja kurang sempurna dalam menjawab suatu permasalahan. Usahakan dimulai dengan kata tanya bagaimana, mengapa dan sebagainya yang dapat menjawab lebih optimal dan meluas)
3.      Apasaja keragaman pemikiran teologi kontemporer ?
4.      Bagaimana perkembangan teologi kontemporer sampai saat ini?

C.    Tujuan
1.      Untuk mengetahui sejarah teologi kontemporer
2.      Untuk mengetahui tokoh-tokoh dalam pemikiran teologi kontemporer
3.      Untuk mengetahui aliran-aliran teologi kontemporer
4.      Untuk mengetahui perkembangan teologi kontemporer

·         Tujuan menjawab dari apa yang menjadi permasalahan di rumusan masalah.
·         Jangan lupa mencantumkan titik diakhir kalimat.
·         Contoh :
1.      Untuk mengetahui latar belakang munculnya teologi kontemporer.
2.      Untuk mengetahui corak pemikiran teologi kontemporer.
3.      Dan seterusnya……..








BAB II
PEMBAHASAN

A.  Latar Belakang Munculnya Teologi Kontemporer
Teologi kontemporer lahir di Swiss pada tahun 1919 yang dipelopori oleh Karl Barth (1886-1968) seorang teolog muda yang juga pendeta (25 tahun). Ciri khas dari teologia ini adalah penempatan rasio atau akal sebagai pusat atau titik sentral (kaidah atau ukuran) kebenaran. Lahirnya teologi kontemporer dilatar belakangi oleh gerakan Renaissance yang berarti “kelahiran kembali”, yaitu kelahiran kembali kebudayaan klasik Yunani-Romawi, suatu masa perubahan kebudayaan dan pandangan hidup dari Abad Pertengahan ke Abad Modern. Renaissance ini muncul di Italia pada abad XIV. Sambil melayangkan pikiran ke masa lampau, sarjana dan seniman Renaissance sebenarnya memandang ke masa depan.[2]
Munculnya gagasan kalam kontemporer adalah sebagai kritik terhadap paradigma pemikiran kalam klasik yang bersifat spekulatif, normative, dogmatis dan hanya berorientasi teosentris. Selain itu pemikiran ini juga muncul sebagai manifestasi dari ikhtiar reinterpretasi dan rekonstruksi pemikiran kalam, sekaligus sebagai tindak lanjut dari kritik terhadap pemikiran kalam klasik. Hal ini merupakan suatu gejala yang sehat dalam dinamika pemikiran kalam khususnya dan dalam pemikiran keagamaan (Islam) umumnya, karena kritik diikuti dengan usaha kreatif merumuskan solusi alternatif.[3]
Dalam penelitiannya Azyumardi Azra memetakan gagasan kalam (teologi) kontemporer di Indonesia ke dalam lima tipologi yaitu teologi modernisme, teologi transformatif, teologi inklusivisme, teologi fundamental-isme, dan teologi neotradisionalisme. Berbeda dengan yang jelaskan Azyumardi di atas, Mustafa mengajukan tipologi yang agak berbeda, secara garis besar, dan dengan batasan-batasan yang agak longgar, pemikiran kalam atau teologi kontemporer di Indonesia dapat dikelompokkan ke dalam empat tipologi yaitu teologi pembangunan, teologi formalism, teologi transformative, dan teologi pemberdayaan masyarakat. Selain itu Mustafa juga menjelaskan bahwa beberapa jenis gagasan teologi yang lain seperti teologi kerukunan, teologi perdamaian, teologi lingkungan, reologi wanita dan sebagainya pada dasarnya dapat dimasukkan ke dalam salah satu diantara empat tipologi di atas.[4]
Penyelidikan ilmiah dibangkitkan kembali secara bebas, kesenian dan filsafat diberi corak baru: MANUSIALAH YANG DITEMPATKAN DI PUSAT DUNIA. Lambat laun, humanisme dari renaissance memusatkan perhatiannya kepada manusia. Humanisme yang pada awalnya berhubungan dengan agama akhirnya memisahkan diri karena sangat yakin akan kesanggupan manusia dan keunggulan rasio manusia.[5]
Gerakan renaissance ini terjadi pada abad XIV-XVII, dimana 200 tahun sebelumnya filsuf renaissance asal Jerman bernama Immanuel Kant (1724-1804) telah mendengungkan kedaulatan rasio manusia. Manusia dengan rasionya dijadikan kaidah bagi segala yang ada (diillahikan). Fanatisme terhadap kedaulatan akal (rasio) makin memukau perhatian para cendikiawan pada abad XVII-XVIII yang dikenal dengan nama ENLIGHTENMENT (Pencerahan) atau post reformasi. Masa pencerahan yang dimulai pada tahun 1687 ditandai dengan terbitnya karya tulis Isack Newton berjudul Philosophiae Naturalis Principia Mathematica (Azas-azas Matematika Filsafat Alam) yang ditegaskan dengan pernyataan Kant bahwa “pencerahan adalah kebangkitan manusia dari masa kanak-kanaknya”, yaitu karena manusia tidak berani menggunakan rasio secara mandiri atau lepas dari kungkungan politik dan agama. Berikut ini dipaparkan secara ringkas filsafat-filsafat abad pencerahan yang melatar belakangi lahirnya teologi kontemporer:[6]
1.      RASIONALISME
Aliran ini sangat mementingkan rasio atau akal bahkan mendewakan rasio, suatu kepercayaan akan rasio untuk mendapatkan kebenaran. Dalam rasio diyakini terdapat ide-ide dan melaluinya manusia dapat membangun suatu ilmu pengetahuan tanpa menghiraukan realitas di luar rasio. Mereka mengatakan bahwa rasio sebagai asal-usul dari segala keberadaan.
2.      EMPIRISME
Istilah ini bersal dari kata Yunani “empeiria” yang berarti “pengalaman inderawi”. Filsafat aliran ini berpegang pada pendapat bahwa setiap yang disebut kebenaran harus dapat dibuktikan secara empiris. Filsafat inilah yang melahirkan berbagai macam ilmu empiris yang didominasi dengan pemikiran Yunani yang menekankan matematika, logoika, dan metode observasi. Dengan demikian, empirisme sangat bertentangan dengan rasionalisme.
3.      MATERIALISME
Filsafat ini menganggap seluruh alam semesta adalah materi atau keadaan. Semua yang bukan materi sebenarnya tidak ada. Semua hanyalah materi, baik manusia maupun alam semesta, yaitu mempunyai panjang, lebar dan tinggi. Alam semesta dipandang sebagai kesatuan material yang tak terbatas; alam, termasuk di dalamnya segala materi dan energi (gerak atau tenaga) selalu ada dan akan tetap ada, dan bahwa alam (world) adalah realitas yang keras, dapat disentuh, material, obyektif yang dapat diketahui oleh manusia. Menurut aliran ini, materi ada sebelum jiwa (self), dan dunia materi adalah yang pertama, sedangkan pemikiran tentang dunia ini adalah nomor dua.
4.      IDEALISME
Aliran ini mengatakan bahwa realitas terdiri dari ide-ide, pikiran-pikiran, akal (mind) atau jiwa (self) dan bukan benda material dan kekuatan. Idealisme menekankan “mind” sebagai hal yang lebih dahulu (primer) dari pada materi. Sebab itulah aliran ini sangat bertentangan dengan materialisme.
5.      EKSISTENSIALISME
Aliran ini berkisar pada wujud eksistensi manusia, yang dipelopori oleh Kierkegaard, yang tertarik pada keberadaan manusia. Menurut Kierkegaard, eksistensi manusia bukan mengenai apakah ia tetapi apa yang ia buat untuk dirinya. Jadi eksistensi manusia adalah kesatuan dari segala keputusan dan pemilihannya.

B. Sifat Khas Teologia Kontemporer
Aliran teologi ini mempunyai ciri-ciri yang menonjol dalam berteologi, yaitu: Mendewakan rasio. Secara umum, memandang rasio sebagai satu-satunya kaidah kebenaran. Semua aliran teologi yang disebut teologi kontemporer adalah teologi histories Kritis, yang mendasarkan pemikiran teologianya pada keputusan bahwa Alkitab adalah sebuah dokumen sejarah agama kuno (ditulis pada zaman pra-ilmiah). Karena itu perlu dinilai dan dikritik oleh manusia modern. Para teolog kontemporer tahu bahwa Alkitab sangat berarti bagi gereja, namun mereka tidak rela menghargai Alkitab sebagai Firman Allah yang diilhamkan oleh Roh Kudus, inneren, dan berotoritas mutlak.[7]
Prof. DR. Eta Linnemann, dalam bukunya Teologi Kontemporer(2) menuliskan bahwa Teologia Kontemporer memiliki sifat-sifat khas yang membedakannya dengan teologia yang lain.[8]
Berikut ini adalah beberapa kutipan dari bukunya: (Paragraf baru tulisan menjorok ke dalam)
(Sub dari sub bab tidak usah dispasi)
1. Teologi Kontemporer bersifat Teologi Universitas.
Universitas adalah sebuah sekolah. Kata "sekolah" ini diambil dari bahasa Romawi yang berarti"senggang" (leisure). Tujuan utama universitas bukan mempersiapkan orang untuk melayani atau bekerja. Yang menjadi sebab dan pendorong karya Mahaguru dan Mahasiswa adalah:
Menyelidiki segala yang dapat diselidiki untuk memperoleh pengertian dan pengetahuan. Dengan kata lain, mereka hanya ingin mengetahui untuk mengetahui, yaitu makan buah dari pohon 'pengetahuan'. Jadi, hasil pelajaran universitas tidak sesuai dengan kebutuhan gereja atau masyarakat sejauh universitas itu adalah universitas yang tulen, dan sungguh-sungguh ilmiah.
2. Semua yang disebut Teologi Kontemporer adalah Teologi Historis-Kritis.
Semua Teologi Historis-Kritis didasarkan atas keputusan: melihat Alkitab sebagai sebuah dokumen sejarah agama kuno yang harus dinilai dan dikritik oleh akal manusia. Walaupun mereka mengetahui bahwa Alkitab sangat berarti bagi Gereja sebagai kanon kitab kudus, tetapi mereka tidak mampu menghargai Alkitab sebagai Firman Allah, atau wahyu Allah yang diilhamkan oleh Roh Kudus.
3. Teologi Kontemporer tidak berdasar pada Alkitab.
Walaupun mereka semua memakai dan menggunakan Alkitab, tetapi dasar pikiran mereka bukan Alkitab melainkan filsafat. Mereka bersama-sama mempunyai azas yang diambil dari filsafat, namun masing-masing mendasarkan secara khusus pada suatu filsafat tertentu. Dalam tiap teologi historis- kritis, filsafat adalah dasar, dan dari Alkitab hanya bagian pilihan saja yang diterima dipakai sebagai 'lauk-pauk'. Tokoh-tokoh teologi kontemporer tidak memperhatikan
Peringatan-peringatan yang diberikan dalam Alkitab, misalnya: "Hati-hatilah, supaya jangan ada yang menawan kamu dengan filsafatnya yang kosong dan palsu menurut ajaran turun-temurun dan roh-roh dunia, tetapi tidak menurut Kristus" (Kol 2:8). "Janganlah kamu menjadi serupa dengan dunia ini, tetapi berubahlah oleh pembaharuan budimu, sehingga kamu dapat membedakan manakah kehendak Allah: apa yang baik, yang berkenan kepada Allah dan yang
Sempurna." (Rom 12:2). Kalau harus dikatakan, asal mula dan dasar teologi kontemporer ialah bukan Wahyu Allah dalam Alkitab melainkan filsafat, itulah satu hal yang dahsyat dan ini berarti teologi kontemporer pada dasarnya bersifat atheistis dan anti-Kristus.
4. Teologi Kontemporer yaitu (yang disebut) Teologi Historis-Kritis atau Teologi Modern adalah bidah / Bersifat Bidah
Teologi historis-kritis keseluruhannya bertumpu pada pikiran monisme yang berarti: hanya ada satu-satunya dunia yang real, itulah dunia yang nampak. Dunia yang tak nampak secara real tidak ada (kecuali mungkin Allah sendiri), itu hanya bersifat gambaran atau mitos. Karena itu, apa yang ditulis dalam Alkitab mengenai Tuhan Yesus datang dari Sorga, dilahirkan oleh anak dara, bangkit dari antara orang mati, naik ke Sorga, duduk di sebelah kanan Allah Bapa dan akan datang kembali, bukan peristiwa yang bersifat historis-real, melainkan gambaran sesuai dengan cara pikiran manusia kuno - mitos. Dengan demikian, walaupun para teolog historis-kritis masing-masing membuat satu teologi tertentu yang berbeda satu dengan yang lain, tetapi semuanya dicela oleh Firman Allah dalam
1Yo 2:22-23: "Siapakah Pendusta itu? Bukankah dia yang menyangkal bahwa Yesus adalah Kristus? Dia itu adalah antikristus, yaitu yang menyangkal baik Bapa maupun Anak. Sebab barangsiapa menyangkal Anak, ia juga tidak memiliki Bapa. Barangsiapa mengakui Anak, ia juga memiliki Bapa." Mereka juga dicela dalam 1Yo 4:2-3: "Demikianlah kita mengenal Roh Allah: setiap roh yang mengaku bahwa Yesus Kristus telah datang sebagai manusia, berasal dari
Allah, dan setiap roh yang tidak mengakui Yesus, tidak berasal dari Allah.     (kalau masih berhubungan dengan paragraph sebelumnya jangan menjorok)
 Roh itu adalah roh antikristus dan tentang dia telah kamu dengar, bahwa ia akan datang dan sekarang ini ia sudah ada di dalam dunia". Juga ditulis mengenai mereka dalam 2Pe 3:3-4: "Yang terutama kamu harus ketahui ialah, bahwa pada hari zaman akhir akan tampil pengejek-pengejek dengan ejekan-ejekannya, yaitu orang-orang yang hidup menuruti hawa nafsunya. Kata mereka 'Di manakah janji tentang kedatangan-Nya itu? Sebab sejak bapa-bapa leluhur kita meninggal,
segala sesuatu tetap seperti semula, pada waktu dunia diciptakan'."
Walaupun beberapa tokoh memilih hal ketidakpercayaan dengan sadar pada waktu mereka memulai usaha teologi historis-kritis, tetapi hampir semua tidak sadar, bahwa teologi historiskritis bersifat ketidakpercayaan. Mereka hanya berpikir, bahwa itulah kepercayaan abad XX dan tidak ada pilihan lain bagi manusia modern.
(Sumber lain menjelaskan menurut Prof. DR. Eta Linnemann, dalam bukunya Teologi Kontemporer(2) memiliki 6 sifat khas)
5.      Bersifat Ketidakpercayaan Kepada Alkitab Sebagai Yang Berwibawa
a.       Semua teolog teologi kontemporer/hist. Kritis/modern memulai teologinya dengan ketidakpercayaan bahwa Alkitab itu berwibawa dan diilhamkan oleh Allah.
b.      Sikap mereka adalah ketidakpercayaan yang tidak cukup berani untuk memakai nama sendiri.
c.       Sayang, orang-orang seperti itu masih diterima oleh gereja sebagai gembala sidangnya.
6.      Hubungannya Dengan Yesus Sebagai Hubungan Yang Salah 
a.       Teologi kontemporer tidak dibangun di atas dasar/fondasi Yesus Kristus.
b.      Hal itu diumpamakan seperti membangun rumah yang indah dan menarik di atas pasir, tetapi mepet pada fondasi batu karang Yesus.[9]

(Dalam bahasan di atas hanya dikaji teologi kontemporer non Islam, perlu dilengkapi dengan kajian teologi kontemporer dalam Islam).
C.    Dasar Teologi Kontemporer (Point ini sangat diperlukan karena merupakan dasar atau landasan dalam pemikiran kontemporer)
Teologi kontemporer atau yang disebut juga dengan Teologi Modern adalah teologi Historis-Kritis, yaitu teologi yang di dasarkan pada keraguan atau kecurigaan terhadap Alkitab. Alkitab tidak lagi diterima sebagai wahyu Allah atau kebenaran yang diilhamkan, tetapi sebagaimana layaknya buku kuno yang harus dibuktikan kebenarannya, baik dari sisi sejarahnya maupun berita yang disampaikan di dalamnya.[10]
Dengan demikian Alkitab tidak diterima lagi sebagai satu-satunya sumber teologi dan menjadikan Filsafat sebagai sumber kedua yang pada akhirnya menggeser secara penuh kedudukan Alkitab. Karena Teologi ini tidak berdasar pada Allah dan Firman-Nya, maka melahirkan pemahaman teologi yang berbeda-beda antara satu teolog dengan teolog lainnya. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa teologi kontemporer adalah:[11]
1.      Bukan teologi Kristen karena telah menyimpang dari azas-azas teologi Kristen.
2.      Teologi Kristen adalah teologi yang azas utamanya ialah Allah dan Firman-Nya (Alkitab). Sementara itu teologi kontemporer telah berpindah azas kepada manusia (humanisme) dan Filsafat masa pencerahan atau juga ilmu pengetahuan sosial. Jelas bahwa teologi Kontemporer bukanlah teologi Kristen bahkan pantas juga jika disebut “Bukan Teologi”.
3.      Bidat Kristen, sebab memang memenuhi syarat untuk disebut sebagai bidat, diantaranya adalah:
a.       Memberitakan kebenaran baru yang selalu bertentangan dengan doktrin Alkitabiah.
b.      Mendasarkan ajarannya di atas dasar selain Alkitab yang adalah Firman Allah. Mereka memakai buku-buku yang dikarang oleh pendiri aliran mereka.
c.       Memberitakan Yesus yang lain dengan yang Injil beritakan.
d.      Memberitakan ajaran-ajaran yang bertentangan dengan ajaran yang Alkitabiah.

 








Artinya:
Maka patutlah aku mencari hakim selain daripada Allah, padahal Dialah yang telah menurunkan kitab (Al-Qur’an) kepadamu dengan terperinci? Orang-orang yang telah kami datangkan kitab kepada mereka, mereka mengetahui bahwa Al-Qur’an itu diturunkan dari tuhanmu dengan sebenarnya. Maka janganlah kamu sekali-kali masuk orang yang ragu-ragu. Telah sempurnalah kalimat tuhanmu (Al-qur’an), sebagai kalimat benar dan adil. Tidak ada yang dapat mengubah kalimat-kalimatNya dan Dialah yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui”. (Q.S. Al-An’am, 6: 114-115).[12]
Islam memiliki peran penting historis bagi kita semua, tetapi pada saat yang sama, pemahaman kita terhadap fenomena ini sangat tidak memadai. Ada kebutuhan untuk mendorong dan memprakarsai pemikiran yang berani, bebas, dan produktif tentang Islam sekarang. Apa yang disebut dengan revivalisme Islam telah memonopoli wacana tentang Islam; para ilmuan social, lebih-lebih tidak memberikan perhatian terhadap apa yang disebut “Islam yang diam” (the silent Islam). Ambisi pribadi sebagai seorang muslim bukan akibat dari pendidikan akademis, tetapi ia sudah berakar dalam pengalaman eksistensial.[13]
Al-qur’an dan Al-Hadist menempati posisi sentral di dalam hirarki sumber-sumber hukum dalam islam. Segala jenis tindakan dan kegiatan harus selalu berada dalam kendali dan control Al-Qur’an dan Al-Sunnah. Bahkan sejarah masa kini dan masa yang akan datang sekalipun harus juga berada dalam ruang penaklukan kitab Al-Qur’an dan Al-Sunnah.[14]
Adapun dasar pemikiran kontemporer adalah sebagai berikut:[15]
1.      Memakai Filsafat sebagai Dasar Berpikir
Prinsip dasar Ilmu Filsafat dalam mempelajari tentang Allah adalah dengan mendasarkan diri pada akal kodrati (natural) manusia. Sedangkan agama Kristen berdasarkan pada wahyu yang disampaikan Allah kepada manusia. Dalam ilmu filsafat Allah dibicarakan sebagai objek yang diteliti, sedangkan di dalam agama Kristen Allah dipandang sebagai kausa pertama yang menyebabkan segala sesuatu ada dan yang memberi makna kepada semua ciptaan. Melalui rasionya manusia dimungkinkan untuk memiliki kekuatan berpikir yang tidak terbatas, karena pada dasarnya manusia adalah bebas dan otonom, terlepas dari semua kontrol yang ada di luar dirinya.
2.      Menempatkan Manusia sebagai Pusat Alam Semesta
Melalui rasionya manusia percaya dapat menilai segala sesuatu tanpa batas, karena rasio manusia diyakini mampu menjadi patokan untuk menilai keberadaan dunia fenomena.
3.      Memakai Metode Historis Kritis
Dipakainya metode Historis Kritis dalam menyelidiki Alkitab membuktikan bahwa Teologia Kontemporer telah meninggalkan prinsip pemahaman iman Kristen yang traditional, yaitu kepercayaan pada Doktrin Inspirasi Alkitab. Alkitab tidak lagi dipandang sebagai buku suci yang diwahyukan dari Allah, tapi hanya menjadi obyek penelitian sebagaimana layaknya sebuah buku dokumen biasa.
4.      Percaya pada Konsep Idealisme/Kemajuan
Pemikir modern pada dasarnya percaya bahwa manusia hidup dalam sejarah yang selalu akan mengalami kemajuan.

C. Tema-Tema Teologi Kontemporer Dan Tokoh- Tokohnya
1. Teologia Liberal
    a. Frederich Schleiermacher
    b. Soren Aabye Kierkegaard
    c. Immanuel Kant
    d. Alberch Ritschl
2. Teologia Neo Orthodoks
     a. Karl Barth
     b. Emil Brunner
     c. Reinhold Niebuhr
3. Demitologisasi
     a. Rudolf Bultmann
4. Teologia Sekularisasi
     a. Dietrich Bonhoeffer
5. Teologia Pembebasan
     a. Black Liberation Theology
     b. Latin America Liberation Theology
     c. Feminism
6. Teologia Pengharapan
     a. Jurgen Moltmann
     b. Wolfgart Pannenberg
7. Teologia Proses
    a. Paul Tillich
8. Teologia Neo-Katolisisme
    a. Hans Kung
9. Mistikisme
10. Fundamentalisme
11. Neo Evangelical
      a. Carl Hendry                   (Literatur dicantumkan!!!!)

·         Keterangan tentang tema-tema teologi kontemporer tidak ada
·         Tokoh-tokoh perlu dijadikan sub bab, lebih baik masuk pada latar belakang atau sekte-sekte
·         Jika dijadikan sub bab baru, keterangan masa, krakter, dasar pemikiran, cirri-ciri dan lainnya dicantumkan dengan jelas dan lengkap.
·         Sebaiknya lebih dititik beratkan pada tokoh-tokoh teologi Islam kontemporer.

D.  Corak Pemikiran Teologi Islam Kontemporer
Sebagaimana dijelaskan di atas bahwasannya pemikiran kalam kontemporer lahir sebagai kritik terhadap pemikiran kalam klasik, maka dari itu tidak salah kalau pemikiran ini dianggap lebih bermanfaat.
Keyakinan bahwa cara satu-satunya untuk maju dengan mengikuti resep ekonomi pertumbuhan telah mendorong banyak kaum intelektual muslim untuk lebih fokus pada modal cultural dari masyarakat. Itu sebabnya gagasan pembaharuan tidak pernah menyentuh dimensi pembangkangan atau pemberontakan pada struktur kapitalisme Internasional. Yang sering terangkat kepermukaan adalah memperbayak doktrin keagamaan yang berorientasi pada pengembangan pribadi menjadi modal kultur bagi gerak modernisasi dan pembangunan.[16]
Beberapa corak pemikiran teologi kontemporer yaitu :
1.      Teologi Pembangunan
Gagasan teologi pembangunan muncul sebagai sebuah respon terhadap modernisasi dalam proses pembangunan nasional yang dilancarkan oleh pemerintah orde baru sejak awal 1970-an. Dalam sebuah makalahnya pada tahun 1972, Nurcholish Madjid menjelaskan bahwa pembangunan pada dasarnya adalah perubahan atau mengubah secara sadar masyarakat dari pola-pola agraris menuju pola-pola industrial. Perubahan itu merupakan proses yang tak terelakkan. Dijelaskan lebih lanjut bahwa perubahan berpengaruh pada pandangan hidup, termasuk pada doktrin-doktri yang disodorkan oleh masyarakat agama. Maka dari itu untuk menopang, menyertai, bahkan melakukan sendiri serta mengarahkan perubahan-perubahan social itu, umat Islam harus mampu melepaskan diri dari sikap-sikap yang tidak kondusif bagi pembangunan dan modernisasi. Sedangkan modernisasi itu sendiri menurut Mustafa merupakan suatu keharusan untuk menunjang proses pembangunan dalam rangka perubahan menuju kemajuan dalam kehidupan masyarakat.[17]
Terlepas dari adanya reaksi keras terhadap butir-butir tertentu dari gagasan teologi pembangunan, dengan sifatnya yang inklusif telah memberikan pengaruh yang positif kepada masyarakat muslim maupun pemerintah. Dan Islam adalah agama yang mengandung nilai-nilai yang mendukung pembangunan serta memberikan motivasi terhadap partisipasi masyarakat. Pengaruh dua arah dari teologi pembangunan ini yaitu bermuara pada gejala timbale balik “Islamisasi birokrasi” dan “birokrasi Islam”.
tanpa spasi
2.      Teologi Formalisme
Tipologi formalisme dalam teologi cendikiawan muslim kontemporer di Indonesia menunjukkan suatu bentuk pemikiran yang mengutamakan peneguhan dan ketaatan yang ketat pada format-format ajaran Islam. Isu sentralnya yaitu “Islamisasi” atas segenap sector kehidupan. Karena itu, kaum formalis sangat menekankan ideologisasi yang mengarah pada simbolisme keagamaan secara formal. Kuatnya semangat seperti ini, membuat munculnya resistensi terhadap dominasi atau pengaruh ideology dan budaya yang dianggap melemahkan Islam, khususnya yang berasal dari barat.
Paradigma pemikiran teologi formalism ini Nampak pada pemikiran Fuad Amsyari dan Ahmad Muslih Saefuddin. Dasar teoritis dari pemikiran teologi formalism adalah keyakinan bahwa Islam merupakan agama kaffah. Dalam penggagas pemikiran teologi formalism, Islam kaffah mengandung dua makna yang saling mendukung. Pada sisi ia berarti bahwa ajaran Islam merupakan suatu keutuhan yang tidak bias saling dipisahkan, baik dalam pembagian aspek-aspeknya maupun dalam kadar tuntutan imperatifnya. Sedangkan pada sisi lain ia berarti bahwa ajaran Islam itu dapat mencukupi semua kebutuhan manusia untuk semua persoalan hidup mereka sehingga ajaran Islam akan meliputi tuntutan tentang cara berhubungan dengan Allah (hablum min Allah) dan hubungan dengan manusia (termasuk alam sekitarnya) atau yang disebut hablum mi al-naas. Karena Islam merupakan ajaran yang utuh dan sempurna, maka bagi protagonist teologi formalism Islam buka saja bisa tetapi harus menjadi alternatif bagi system ideologi yang lain.
Menurut M. Syafi’I Anwar, kaum formalis umumnya cenderung kurang memperhatikan nilai-nilai substantive, dan lebih terjebak pada tuntutan institusi formal, tetapi pemikiran ini bertentangan dengan pemikiran Amsyari dan A.M. Saefuddin yang berpendapat bahwa kaum formalis sangat menaruh perhatian terhadap nilai-nilai substantif ajaran Islam.
3.   Teologi Transformatif
Pemikiran teologi transformative bertolak dari pandangan dasar bahwa misi Islam yang utama adalah kemanusiaan. Karena itu, Islam harus menjadi kekuatan yang dapat memotivasi secara terus menerus dan mentransformasikan masyarakat dengan berbagai aspeknya ke dalam sekala-sekala yang bersifat praksis maupun teoritis.
Gagasan teologi transformative lahir sebagai reaksi terhadap gagasan teologi pembangunan dan teologi formalism. Jika teologi pembangunan dengan orientasi paradigm modernismenya lebih bertolak dari isu kebodohan, keterbelakangan dan kejumudan, sementara teologi formalisme dengan paradigma Islamisasinya mengambil topik persoalan normatif antara Islam dan yang tidak Islam, maka teologi transpormatif lebih menaruh perhatian terhadap persoalan keadilan dan ketimpangan sosial. Struktur yang timpang itu dipandang sebagai dari dosa Barat yang membawa ide modernisasi. Sebab modernisasi dalam prakteknya sering melakukan eksploitasi, dengan sumber-sumber informasi dan ekonomi hanya dikuasai sekelompok elit tertentu yang mereka gunakan unuk mengontrol sejumlah orang yang hidup tanpa kesempatan dan harapan untuk mengubah masa depannya.
Menghadapi melemahnya peran transpormatif dan profetis agama di tengah deru modernisasi itu, M. Dawam Rahardjo, salah seorang pratagonis teologi transpormatif, masyarakat pembaharuan teologi mengemukakan suatu penafsiran yang bersifat filosofis, radikal, dan simbolis, dengan orientasi pemikiran keagamaan yang merefleksikan respon manusia terhadap wahyu Allah. Dan wujud dari pembaharuan itu dia sebut teologi transformative, yakni teologi yang melihat Islam sebagai kekuatan pembebas dan emansipatoris. Sejalan dengan pemikiran tersebut, Kuntowijoyo menyatakan bahwa teologi transformatif adalah ilmu social profetik yang didasarkan pada cita-cita humanisasi atau emansipasi, liberasi, dan transendensi, suatu cita-cita profetik yang diderivasikan dari misi historis Islam. Menurunya tujuan dari humanisasi yaitu memanusiakan manusia, sedangkan tujuan liberasi adalah pembebasan bangsa dari kekejaman kemiskinan, keangkuhan teologi, dan pemerasan kelimpahan, kemudian tujuan dari transendensi yaitu untuk menambahkan dimensi transcendental dalam kebudayaan.
4.   Teologi Pemberdayaan Masyarakat
Teologi pemberdayaan Masyarakat ini lebih dikenal dengan sebutan Tauhid social. Teologi pemberdayaan masyarakat atau Tauhid social bertolak dari pandangan dasar bahwa konsep tauhid, di samping mengandung ajaran keimanan yang bersifat teoritis. Ahmad Syafi’i Ma’arif mendefinisikan Tauhid Sosial sebagai dimensi praksis dari resiko keimanan kepada Allah yang Esa.
Dalam kerangka pandangan di atas tersebut maka M. Amien Rais berpendapat bahwa Tauhid Sosial merupakan suatu imperatif, maka dari itu diperlukan pembaharuan teologi guna merumuskan teologi kontekstual, dalam arti teologi yang membumi untuk menjadi bukan saja sebagai pisau analisis, malainkan juga sebagai alat pemecah masalah.
Oleh karena itu Tauhid Sosial dalam konteks pamahaman keberagaman Islam kontemporer lebih menekankan pada aspek praksis sosialnya. Tanpa mengesampingkan aspek normatifnya. Isu-isu perburuhan dan ketenagakerjaan, pengentasan kemiskinan struktur, pemberdayaan masyarakat, penguatan basis masyarakat madani (civil society), penguatan moralitas public, penguatan kesadaran etis dalam kehidupan bersama, kepekaan terhadap isu gender, kesadaran tentang problem pluralitas agama, kepekaan terhadap isu lingkungan hidup, penegeguhan kesadaran hokum, perlindungan hak-hak konsumen, dan sebagainya, merupakan sejumlah agenda Tauhid Sosial di era kontemporer.
Kalangan pendukung gagasan Tauhid Sosial menyadri sepenuhnya, jika umat ini mengabaikan Tauhid Sosial atau gagal merumuskannya secara cerdas dan anggung, maka bukannya tidak mungkin Islam akan mengalami krisis relevansi, suatu harga yang tentu saja terlalu mahal untuk diabaikan.
Secara konklusif, dapat dikatakan bahwa meskipun diantara empat tipologi pemikiran teologi atau kalam di atas terdapat perbedaan-perbedaan tertentu yang cukup krusial dan bahkan saling kritik, namun diantara mereka terdapat dua persamaan yang sangat menonjol. Pertama keempat tipologi pemikiran teologi tersebut bertolak dari dasar keprihatinan yang sama dalam mengartikulasikan pandangan teologi mereka, yaitu keprihatinan empiris, walaupun kemudian diantara mereka ada yang bergerak ke keprihatinan teoritis. Kedua, karena semua gagasan teologi tersebut sama-sama bertolak dari keprihatinan empiris, maka orientasi pemikiran teologi mereka sama-sama bersifat antroposentris.

E. Keragaman Pemikiran Teologi Kontemporer.
1.      Pemikiran Teologi Proses.
a. Tuhan dalam Teologia Proses adalah Tuhan yang tidak bertentangan dengan pemikiran ilmiah sehingga terbuka untuk diselidiki. Ia bukan saja sebagai yang memberi arah bagi setiap peristiwa, tapi ia juga yang terlibat di dalam proses alam. Tuhan dijelaskan sebagai yang dekat dalam kehidupan manusia, dan bukan sebagai Allah "yang nun jauh di sana". Oleh karena itu konsep imanensi Allah sangat ditonjolkan dalam Teologia Proses.
b. Eskatologi Teologia Proses berusaha melihat keadaan dunia masa kini dalam terang apa yang akan terjadi pada masa yang akan datang. Tapi pada dasarnya Teologia Proses tidak memiliki konsep tentang eskatologi.
c. Transendensi Allah adalah mengikuti proses evolusi karena Allah adalah "co-Pencipta alam semesta". Allah sangat tergantung dari tindakan bebas manusia, oleh karena itu Allah tidak memiliki kedaulatan penuh terhadap dunia ini.
d. Allah yang pribadi tidak dikenal dalam Teologia Proses. Ia hanya dikenal
sebagai yang hidup karena Ia ikut dalam proses berjalannya waktu. Namun apakah Ia sebagai "pribadi" merupakan suatu tanda tanya besar.
e. Konsep keselamatan manusia adalah universal dan digambarkan oleh Teologia Proses sebagai suatu kebutuhan, karena manusia dibutuhkan oleh Allah.
f. Teologia Proses tidak menerima hal-hal supranatural, seperti mujizat. Namun mereka percaya bahwa Allah bertindak melalui manusia dan sesuai dengan kebebasan manusia.                (Literatur dicantumkan!!!!)
                                    Tanpa spasi
2.      Menurut Syekh Muhammad Abduh
Menurut pemikiran syekh Muhammad abduh kedudukan aliran itu berdasarkan beberapa unsur di bawah ini :[18]    (Maaf dalam literatur Teologi kontemporer kami tidak menemukan tentang pemikiran menurut Syekh Muhammad Abduh, tolong dilihat atau dicek kembali berkenaan dengan masalah ini. Jangan lupa cantumkan halaman berapa!!!)
a.       Membebaskan akal pikiran dari belenggu belenggu taqlid yang menghambat perkembangan pengetahuan agama sebagaimana haknya salaf  al ummah (ulama sebelum abad ke 3 hijriah) sebelum timbulnya perpecahan ,yakni memahami langsung dari sumber pokoknya,alqur’an
b.     Memperbaiki gaya bahasa arab,baik yang digunakan dalam percakapan resmi di kantor kantor pemerintah maupun dalam tulisan tulisan dimedia massa.Menurut beliau akal dapat mengetahui hal hal berikut ini:
1.      Tuhan dan sifat sifatnya
2.      Keberadaan hidup diakhirat
3.      Kebahagiaan jiwa diakhirat bergantung pada upaya mengenal tuhan dan berbuat baik,sedangkan kesengsaraanyabergantung pada sikap tidak mengenal
4.      tuhan dan melakukan perbuatan jahat
5.      Kewajiban manusia mengenal tuhan
6.      Kewajiban manusia untuk berbuat baik dan menjauhi perbuatan jahat untuk kebahagiaan diakhirat
7.      Hukum hukum mengenai kewajiban kewajiban itu
Sedangkan fungsi wahyu menurutnya adalah sebagai penolong (al mu’in) yakni menolong akal untuk untuk mengetahui sifat dan keadaan kehidupan alam akhirat,mengtur kehidupan masyarakat atas dasar prinsip prinsip umum yang dibawahnya,menyempurnakan pengetahuan akal tuhan dan sifat sifatnya,dan mengetahui cara beribadah serta berterimakasih kepada tuhan
Dan menurutnya Islam adalah agama yang pertama kali  mengikat persaudaraan antara akal dan agama, dan kepercayaan kepada eksistensi tuhan juga berdasakan akal dan wahyu yang dibawa Nabi tidak mungkin bertentangan dengan akal kalau memang terdapat pertentangan maka diperlukan interpretasi lain yang mendorong pada pesesuaian.
a.       Kebebasan manusia dan fatalism yaitu karna manusia menurut hukum alam dan sunnatullah mempunyai kebebasan dalam menentukan kemauan dan daya untuk mewujudkan kemauan sehingga kalau dihilangkan dari diri manusia maka ia bukan manusia lagi tapi makhluk lain
b.     Sifat sifat tuhan menurut beliau sifat termasuk esensi tuhan
c.       Kehendak mutlak Tuhan. Tuhan telah membatasi kehendak mutlaknya dengan memberi kebebasan dan kesanggupan kepada manusia dalam mewujudkan perbuatan perbuatannya,kehendak mutlak tuhan pun dibatasi oleh sunnatullah secara umum ia tidak mungkin menyimpang dari sunnatullah yang telah ditetapkan
d.      Keadilan Tuhan. Ia berpendapat bahwa ala mini diciptakan untuk kepentingan manusia dan tidak satu pun ciptaan tuhan yang tidak membawa manfaat bagi manusia. Sifat ketidak adilan tidak dapat diberikan kepada tuhan karena karena ketidakadilan tidak sejalan dengan kesempurnaan aturan alam semesta
e.       Antropomorfisme, Karena tuhan termasuk dalam alam rohani,rasio tidak dapat menerima faham bahwa tuhan mempunyai sifat sifat jasmani.
f.       Melihat tuhan, Bahwa kesanggupan melihat tuhan dianugerahkan hanya kepada orang orang tertentu diakhirat
g.      Perbuatan tuhan, Beliau berpendapat bahwa perbuatan tuhan adalah wajib yakni wajib bagi tuhan untuk berbuat apa yang terbaik bagi manusia

F. Perkembangan Teologi Kontemporer Sampai Saat Ini.
Seperti yang dijelaskan oleh Hasan Hanafi, salah seorang intelektual muslim kontemporer. Beliau menyadari adanya perbedaan orientasi teologi Islam masa klasik dan kontemporer.[19]
1.      Perkembangan Pemikiran dan Gerakan Islam Kontemporer[20]
Islam bukan saja dianggap agama baru, melainkan juga suatu kekuatan pembebas umat manusia. Dari sinilah yang menyebabkan kenapa Islam dahulu begitu cepat menyebar di Indonesia. Karena pada zaman feudal, rakyat dituntut untuk membayar upeti kepada raja, ditindas serta diharuskan membanting demi mereka. Lalu Islam datang mengajarkan persamaan dan pembebasan. Sehingga banyak orang-orang pada waktu itu perpaling pada agama Islam ini.
Menurut Acton, manusia yang berkembang adalah manusia yang bebas. Kebebasan diperjuangkan bangsa manusia ialah kebebasan dari belenggu alam. Bangsa manusia sekarang( jauh lebih) bebas dari penyakit, kelaparan, ketidaksamaan dan sebagainya. Sedangkan menurut Roussean adalah kebebasan dari belenggu institute-institusi politik yang telah maju. Apa yang telah diutaraka diatas, bahwa arti kata “bebas” “kebebasan”, pembebasan” baru menjadi jelas kalau dikatakan dari apa seseorang telah dibebaskan. Oleh karena itu, kebebasan adalah tidak adanya penghalang atau pembatas, paksaan, atau halangan beban atau kewajiban seseorang untuk memperoleh hak-hak asasinya dengan luhur.
Sebenarnya akar pokok agama Islam adalah tauhid, atau pernyataan monoteistik bahwa allah adalah Esa. Pengertian ini oleh Syariati (1979) tidak cukup, tauhid juga merupakan pandangan dunia yang melihat seluruh dunia merupakan system yang utuh dan menyeluruh, harmonis, hidup dan sadar diri yang melampaui segala dikotomi, dibimbing oleh tujuan Ilahi yang sama. Teologi dalam terma pandangan dunia ini berbeda dengan teologi spekulaf-sistematis abad pertengahan. Bentuk teologi ini menurut Iqbal (1982) dapat meluaskan intelektualisme muslim, namun telah mengaburkan visis mereka tentang semangat Al-Quran.
Kalimat tauhid,”tidak ada Tuhan selain Allah” dalam gramatika bahasa arab mengisyaratkan spesifikasi, yakni hanya allah yang ada dan diluar diri-Nya pada hakikatnya tidak ada. Allah SWT berfirman “semua yag ada di alam itu akan binasa dan yang kekal hanyalah wajah Tuhanmu yang mempunyai kebesaran dan kemuliaan. (Q.S.55:26-27). Menurut Engineer (1990) pandnagan dunia tauhid ini pula membuat para pemimpin Qurais menentang Rosul karena dampak ajaran-ajaran Tauhid ini akan menghilangkan previlage atau keistimewaan-keistimewaan yang diperoleh selama ini, termasuk penghapusan kesenjangan ekonomi. Firman Allah “kekayaan tidak boleh hanya beredar di kalangan kaum orang-orang kaya”.
Dari sudut pandang struktural yang menentukan perubahan perubahan social adalah keadaan strujtural masyarakat itu sendiri. Perunbahan-perubahan yang terjadi disebabkan “momentum sejarah” yang menghendakinya. Islam tidak hanya bersifat spiritualistik melinkan juga memperhatikan kehidupan duniawi maka mau tidak mau teologi pembebasan tidak bisa membatasi istilah-istilah ini hanya dalam makna keagamaannya. Sebab Islam memberi konsep masyarakat yang bebas dari eksploitasi, penindasan, dominasi, dan ketidakadilan, dalam bentuk apapun.
Kehadiran teologi spekulatif-sisitematis ternyata tidak mampu mewakili aspirasi transformasi social umat Islam dalam konteks kehidupan berbangsa dan bermasyarakat masa kini. Hal ini ditandai dengan berlangsungnya kesewenang- wenangan, penindasan, dan laku ketidak adilan pada bangsa-bangsa di dunia dimana umat Islam ada di dalamnya.

2.  Perkembangan Budaya Pemikiran Islam di Indonesia
Budaya adalah sebuah sistem yang mempunyai koherensi. Bentuk-bentuk simbolis yang berupa kata, benda, laku, mite, sastra, lukisan, nyanyian, musik, kepercayaan mempunyai kaitan erat dengan konsep-konsep epistemologi dari sistem pengetahuan masyarakatnya. Budaya Islam mulai masuk ke Nusantara pada saat pembawa ajaran Islam (mubalig) datang ke indonesia dengan membawa kebudayaan yang berasal dari daerah mereka masing-masing. Cara yang di gunakan oleh para mubalig, pada waktu itu adalah melalui transformasi budaya. Hal ini dilakukan, karena sebelum agama Islam masuk ke indonesia telah ada agama Hindu dan ajaran Budha.[21]
Pesatnya pengaruh pemikiran yang berasal dari luar indonesia banyak sekali membawa perubahan terhadap pola pikir budaya umat Islam di indonesia. Seperti munculnya aliran Jaringan Islam Liberal (JIL), Front Pembela Islam (FPI), Majlis Mujahidin Indonesia (MMI), dan lain sebagainya. Adanya berbagai aliran ini dilatarbekalangi oleh adanya kesadaran kritis, yaitu kessadaran yang menolak dominan dalam budaya keagamaan indonesia yang cenderung sarat dengan kepentingan, tunduk pada etos konsumerisme, menopang tatanan yang ada, atau malahan mengambil keuntungan darinya.[22]
Perguruan tinggi membawa perubahan banyak terhadap pemikiran di indonesia. Sebab, dalam sejarah kita melihat bahwa gerbong pemikkiran Islam di Indonesia di mulai dari IAIN Sunan Kalijaga dan IAIN Syarif Hidatullah.[23] Diantara tokoh-tokoh pembahruan pemikiran Islam tersebut adalah Harun Nasution, Nurcholish Madjid, A. Mukti Ali, dll.
Adanya perubahan pola pikir tersebut disebabkan oleh empat hal, antara lain oleh:[24]
1.      Faham tauhid yang dianut kaum muslimin  telah bercampur dengan kebiasaan yang dipengaruhi oleh tarekat-tarekat, pemujaan terhadap orang-orang suci dan hal lain yang membawa pada kekufuran;
2.     Sifat jumud membuat umat Islam berhenti berpikir dan berusaha. Umat Islam maju pada zaman klasik karena mereka mementingkan ilmu pengetahuan. Oleh karena itu, selama umat Islam masih bersifat jumud dan tidak mau berpikir untuk berijtihad, tidak mungkin mengalami kemajuan, untuk itu perlu adanya pembaharuan yang berusaha memberantas kejumudan;
3.     Umat Islam selalu berpecah-pecah, maka umat Islam tidak akan mengalami kemajuan;
4.    Hasil kontak yang terjadi antara dunia Islam dengan barat.







BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Munculnya gagasan kalam kontemporer adalah sebagai kritik terhadap paradigma pemikiran kalam klasik yang bersifat spekulatif, normative, dogmatis dan hanya berorientasi teosentris. Teologi ini memiliki sifat-sifat khas yang dapat membedakan dengan teologi yang lain.
Teologi ini pemikiran yang beragam contohnya sperti teologi proses berpendapat Tuhan tidak bertentangan dengan pemikiran ilmiah, sehingga terbuka untuk diselidiki. Tuhan bukan saja yang memberi arah bagi setiap peristiwa, akan tetapi juga yang terlibat dalam proses alam. Sedangkan pemikiran salah satu tokoh Teologi ini yaitu Muhammad Abduh, kedudukan Teologi Kontemporer ini salah satunya yaitu membebaskan akal pikiran dari belenggu taqlid yang menghambat perkembangan pengetahuan agama sebagaimana haknya salaf al-ummah sebelum timbulnya perpecahan yakni memahami langsung dari sumber pokoknya Al-Quran.
·         Kesimpulan di atas baik tetapi tidak menjawab seluruhnya tentang tujuan masalah.
·         Isi kesimpulan adalah point penting tentang tiap rumusan masalah atau yang berkenaan dengan tujuan makalah ini.
·         Banyaknya poin kesimpulan mengikuti banyaknya rumusan masalah atau tujuan.

B.     Saran
Kajian ini penyusun mengalami banyak kendala karna minimnya literature, sehingga perlu dikaji kembali dan dicari literature lain demi kesempurnaan kajian ini.


DAFTAR PUSTAKA

Azra, Azyumardi. 1999. Kontek Berteologi di Indonesia. Jakarta : Paramadina.
(Penulisan judul miring atau digaris bawahi)
Buffet, Yulia Oeniyati. (Tahun) Teologi Kontemporer. (Kota:) Yayasan Lembaga Sabda.
Linnemann, Eta. Teologi Konremporer 2 (Lengkapi)
P, Mustafa, Drs, M.Ag. 2010. Membumikan Kalam di Indonesia. Yogyakarta : Pustaka Pelajar. (Gelar tidak dicantumkan)
Prasetyo, Eko. 2002. Islam Kiri. Yogyakarta : Pustaka Pelajar . (Benar)
Rais, M. Amien, Dr. 1998. Tauhid Sosial. Bandung : Mizan. (Penulisan judul miring atau digaris bawahi)


DAFTAR PUSTAKA (Kelompok 1)

Ahmad, Kamaruzzaman Bustamam. 2002. Islam Histori Dinamika Studi di Indonesia. Yogyakarta: Galang Press.
Arkoun, Mohammed. 2005. Islam Kontemporer. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Asmuni, Yusran. 1995. Pengantar Studi Islam dan Gerakan Pembaharuan dalam Dunia Islam. Jakarta: Grafindo.
Azizy, Qodri. 2005. Pemikiran Islam Kontemporer di Indonesia. Yogyakarta: STAIN Ternate.
Buffet, Yulia Oeniyati. 1999. Teologia Kontemporer. Jakarta: Yayasan Lembaga Sabda.
Heryanto, Doni. 2009. http://teologi-kontemporer.com.
Kuntowijoyo. 1999. Budaya & Masyarakat. Yogyakarta: PT Tiara Wacana Yogya.
Pangabean, Syamsu Rizal. 2002. Wajah Liberal Islam Di Indonesia. Jakarta: TUK.
Prasetyo, Eko. 2002. Islam Kiri. Yogyakarta : Pustaka Pelajar .
Tampi, Rivan Stevanus. 2010. http://rivan-tampi.blogspot.com.



[1] Rivan Stevanus Tampi, Teologi Kontemporer (Makalah, April 2010), Hlm. 1.
[2]  Dra.Yulia Oeniyati Buffet, Teologia Kontemporer (Jakarta: Yayasan Lembaga SABDA, 1999), Hlm. 15.
[3] Mustafa. Membumikan Kalam di Indonesia. 2010 (contoh penulisan footnote: Mustafa, Membumikan  Kalam di Indonesia (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010), Hlm. “….”).
[4] Azyumardi. Kontek Berteologi di Indonesia. 1999 (dilengkapi).
[5] Rivan Stevanus Tampi, Op.Cit., Hlm. 2.
[6] Ibid,
[7] Ibid,
[8] Linneman. Teologi (2) (sepertinya ini merupakan kutipan dalam buku lain. Cara menulis footnote kutipan: Linneman, “Teologi 2”, dalam Dra.Yulia Oeniyati Buffet (Ed), Teologia Kontemporer, Yayasan Lembaga Sabda, Jakarta, 1999, Hlm.”…”).
[9] Pdt. Doni Heryanto, Teologi Kontemporer (Ppt, 2009), Slide 17-18.

[10] Rivan Stevanus Tampi, Op.Cit., Hlm. 1.
[11] Ibid,
[12] Mohammed Arkoun, Islam Kontemporer (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005), Hlm. 3.
[13] Ibid, Hlm. 4.
[14] Qodri Azizy, Pemikiran Islam Kontemporer di Indonesia (Yogyakarta: STAIN Ternate, 2005), Hlm. 139.
[15] Rivan Stevanus Tampi, Op.Cit., Hlm. 2.
[16] Eko. Islam kiri. 2002 (halaman sangat penting dicantumkan)
[17] Amien. Tauhid Sosial.1998
[18] Yulia. Teologi Kontemporer
[19] Muhammad In’am Esha, Teologi Islam Isu-Isu Kontemporer (Malang: UIN Malang Press,  2008), Hlm. 8.
[20] Qodri Azizy, Op.Cit., Hlm. 125-134.

[21]  Dr. Kuntowijoyo, Budaya & Masyarakat  (Yogyakarta: PT Tiara Wacana Yogya, 1999), Hlm. xi.
[22]   Syamsu Rizal Pangabean, “Prospek Islam Liberal di Indonesia” dalam Wajah Liberal Islam Di Indonesia, Penyunting: Luthfi Assyaukanie, Jakarta: TUK, 2002, Hlm. 9.
[23]  Kamaruzzaman Bustamam-Ahmad, Islam Histori Dinamika Studi di Indonesia (Yogyakarta: Galang Press, 2002), Hlm. 61.
[24] Yusran Asmuni,  Pengantar Studi Islam dan Gerakan Pembaharuan dalam Dunia Islam (Jakarta: Grafindo, 1995), Hlm. 7.

0 komentar:

Post a Comment